Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7% hingga 2030. Hal ini tertuang dalam dokumen Outlook Perekonomian Indonesia Optimisme Penguatan Ekonomi Nasional di Tengah Dinamika Global.
Dalam dokumen outlook yang dirancang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu, target pertumbuhan ekonomi 2025-2030 sebesar 5,6%-6,1% dengan target gross national income (GNI) per kapita US$ 7.950-8.350 dan pengangguran 4%.
Saat ini, GNI per kapita Indonesia masih di level US$ 4.580 pada 2023, menjadikannya sebagai negara yang tergolong ke dalam negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country dengan tingkat pengangguran per Agustus sebesar 5,32%.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang didesain Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memang dalam periode 2025-2029 tidak ada target pertumbuhan ekonomi hingga 7%, melainkan hanya pada rentang 5,6-6,1%.
Ini disebabkan dalam rancangan itu, periode lima tahun ke depan masih masuk ke dalam kategori penguatan fondasi transformasi, dalam empat tahapan pembangunan jangka panjang yang dilakukan untuk mencapai target Visi Indonesia Emas 2045.
Pada tahap kedua, yakni periode 2030-2034 target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 6,9-7,8%. Ini karena Indonesia pada periode itu dirancang telah memasuki masa akselerasi transformasi setelah berhasil memiliki fondasi yang kuat.
Pada tahapan ketiga, periode 2035-2039 target pertumbuhan ekonomi Indonesia dipasang di level 6,4-7,6% per tahun. Dalam periode ini, Kementerian PPN/Bappenas memasukkan tahapan pembangunan Indonesia sebagai tahapan ekspansi global.
Terakhir, pada tahapan keempat yang terjadi 2040-2045, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai normalisasi dengan pertumbuhan yang masih kencang, yakni 5,4-6,7%. Ini karena Indonesia telah memasuki tahapan perwujudan Indonesia Emas 2045 atau sudah menjadi negara maju dengan GNI per kapita US$23.000-30.300.
Adapun transformasi Indonesia itu sendiri terdiri dari transformasi sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi tata kelola. Diperkuat dengan landasan transformasi berupa supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia; serta ketahanan sosial, budaya, dan ekologi.
Dalam agenda transformasi sosial, ditetapkan arah kebijakan menciptakan pendidikan yang berkualitas dan merata, jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, serta perlindungan sosial yang adaptif. Dibuat pula berbagai indikatornya, seperti rata-rata nilai PISA pada 2025 untuk sains 416 menjadi 487 pada 2045, usia harapan hidup 74,4 tahun menjadi 80 tahun dan tingkat kemiskinan dari 6-7% menjadi 0,5-0,8%.
Untuk transformasi ekonomi, misalnya melalui fokus pada pengembangan riset dan inovasi atau R&D serta produktivitas ekonomi, penerapan ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, hingga perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Indikatornya, di antaranya rasio PDB industri pengolahan 20% menjadi 28%, pengeluaran iptek dan inovasi 0,28% dari PDB menjadi 2,2-2,3% PDB, hingga ekspor barang dan jasa dari 26% PDB menjadi 40% PDB.
Sementara itu, untuk transformasi tata kelola dilaksanakan dengan penciptaan regulasi dan tata kelola yang berintegritas dan adaptif. Selain itu, juga ada stabilitas ekonomi makro sebagai salah satu landasan transformasi, indikatornya seperti rasio pajak terhadap PDB dari 10-12% pada 2025 menjadi 18-20%, tingkat inflasi dari 1,5-3,5% menjadi 1-3%, hingga total kredit per PDB dari 37,8% menjadi 80-90%.