Ketua dan sejumlah pengurus pos pelayanan teknologi tepat guna (Posyantek) Kelurahan Pabean, Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, Banten telah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan mereka sebagai pengurus Posyantek Kelurahan Pabean, Cilegon.
Mereka mengundurkan diri karena mereka melihat bahwa pemerintah Kelurahan Pabean yang selama ini menjabat tidak profesional dan tertutup terhadap program inovasi yang berasal dari APBD kota Cilegon.
Menurut ketua Posyantek Kelurahan Pabean, Fahruroji, pemerintah Kelurahan Pabean tidak memberikan ruang dalam hal kewenangan dan pengelolaan keuangan lembaga kepada Posyantek. Mereka tidak pernah diajak bermusyawarah mengenai bagaimana mengelola program dan keuangannya. Hal ini membuat posyantek hanya menerima kebijakan dari Kelurahan tanpa partisipasi.
Fahruroji juga menyatakan bahwa relasi seperti ini bukanlah relasi sebagai mitra, tetapi lebih mirip seperti Event Organizer yang hanya diperintah untuk menjalankan kegiatan teknis tanpa diberikan peran sebagai subjek.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa transparansi harus menjadi nafas dalam setiap gerak roda organisasi terutama lembaga pemerintah yang menggunakan uang rakyat.
Jauhari, sekretaris Posyantek Pabean juga menyatakan kebijakan Bottom-Up hanya merupakan sebuah gimik belaka. Lurah sebagai pimpinan tertinggi di lembaga Pemerintahan Kelurahan Pabean selalu mensosialisasikan pentingnya kebijakan Bottom-Up, namun hal ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Menurutnya, kebijakan yang ditetapkan selalu bersifat Top-Down (dari atas ke bawah), tanpa mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat. Blusukan ke warga bukanlah indikator bahwa pemerintah tersebut pro terhadap masyarakat. Yang terpenting adalah bagaimana sebuah kebijakan benar-benar lahir dari kebutuhan dan aspirasi masyarakat, bukan lahir dari keinginan pemerintah.
Mereka menyimpulkan bahwa absennya partisipasi masyarakat dalam menentukan kebijakan cenderung melahirkan kebijakan Top-Down (dari atas ke bawah) yang hanya mengikuti selera pimpinan, bukan aspirasi masyarakat. Keinginan melahirkan kebijakan yang Bottom-Up bagi mereka hanya merupakan kamuflase dalam setiap pidato yang hanya merupakan gimik untuk terlihat pro terhadap masyarakat.