Komisi I DPR RI melaporkan hasil diskusi revisi UU ITE. Dalam laporan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyahari, disebutkan bahwa hingga saat ini, Komisi I tetap memprioritaskan masukan dari masyarakat dalam proses diskusi, yang ditandai dengan diadakannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama para ahli terkait ITE.
Dikatakan oleh Kharis dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023) bahwa Panja perubahan RUU kedua atas UU ITE telah menyelenggarakan Rapat Panja sebanyak 14 kali untuk membahas seluruh substansi dan usulan baru atas pasal-pasal RUU ITE serta penjelasan umum.
Abdul Kharis menambahkan bahwa rapat pengambilan keputusan tingkat I juga menyetujui sebanyak 24 perubahan substansi dalam revisi UU ITE. Perubahan itu diatur dalam sejumlah pasal yang juga mengatur ancaman sanksi dan pidana bagi pelanggar undang-undang ini.
Dia juga mengungkapkan bahwa pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU ITE memiliki makna yang sangat strategis karena perubahan tersebut dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perlindungan hukum bidang pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dengan lebih baik.
Semangat yang dipegang oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah dalam rangka pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU ITE yaitu penataan dan perbaikan pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik. Tujuannya adalah untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan setiap orang untuk memenuhi rasa keadilan, sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
Pada rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I tentang perubahan kedua atas RUU ITE pada tanggal 22 November 2023, fraksi-fraksi di Komisi I DPR bersama pemerintah telah menyetujui beberapa substansi terkait dengan pasal perubahan dan atau pasal sisipan dalam UU ITE.
Beberapa substansi pasal yang dimaksud yaitu ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah; perubahan ketentuan mengenai tanda tangan elektronik dan penyelenggara sertifikasi elektronik yang wajib berbadan hukum; penambahan penjelasan pasal mengenai andal, aman, beroperasi sebagaimana mestinya dan bertanggungjawab; penambahan ketentuan mengenai kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik; dan perubahan ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan, menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain, sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.