Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bertemu dengan ratusan kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur saat melakukan kegiatan reses, Jumat (15/12/2023).
Pada kegiatan yang diselenggarakan di Pendopo Prasaja Ngesti Wibawa Rumah Dinas Bupati Probolinggo itu, LaNyalla mengingatkan lima prioritas yang harus dilakukan kepala desa agar desa yang mereka pimpin menjadi mandiri.
“Lima prioritas itu adalah pengembangan kapasitas aparatur desa, peningkatan kualitas manajemen pemerintah desa, perencanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa dan penyusunan peraturan desa,” papar LaNyalla, pada kegiatan yang mengambil tema “Otonomi Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” itu.
Menurut LaNyalla, dengan segala macam potensi yang dimilikinya, memang sudah seharusnya desa itu mandiri. Dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah dimaksudkan agar desa mampu bangkit dan menjadi kekuatan ekonomi.
Dalam konteks itu, Senator asal Jawa Timur itu menyebut yang utama adalah orientasi dari para pemangku kebijakan desa, baik kepala desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan seluruh stakeholder lainnya. “Tentu orientasinya adalah mewujudkan kesejahteraan desa, kemajuan desa dan menentukan potensi unggulan yang harus digali dan diwujudkan untuk menjadi kekuatan ekonomi,” terang LaNyalla.
Potensi desa, kata LaNyalla, harus ditentukan dengan baik dan benar, berdasarkan keunggulan yang dimiliki. Sebab, antara satu dengan desa yang lain memiliki keunggulan potensi berbeda. Dalam menentukan, LaNyalla menilai harus lahir dari stakeholder desa, bukan ditentukan oleh struktur yang lebih tinggi.
Potensi desa harus dipilih dan ditentukan berdasarkan kesepakatan yang lahir dari stakeholder di desa tersebut. Bukan lahir dari program pemerintahan di atas desa. Bukan atas arahan bupati, gubernur atau presiden sekalipun. Tidak boleh top down, tapi harus bottom up,” tegas LaNyalla.
Di sisi lain, LaNyalla menyebut lembaganya secara khusus juga mendorong optimalisasi BUMDes. Sebab, keberadaan BUMDes telah diatur dalam peraturan pemerintah dan sudah efektif berlaku. “Bagi kami di DPD RI, pendirian BUMDes sangat penting bagi kemandirian ekonomi desa. Sebab, BUMDes mendorong kontribusi keuangan desa dari hasil usaha mereka,” terangnya.
Ada banyak peran, fungsi dan keuntungan adanya BUMDes. LaNyalla menyontohkan jika saja BUMDes memegang satu proses produksi yang bisa dikelolanya, maka hal itu lebih baik daripada dikelola oleh individual orang per orang. Karena BUMDes bisa melibatkan banyak orang dan mampu berkontribusi menambah Pendapatan Desa.
“BUMDes juga bisa memotong permainan para Tengkulak yang memainkan harga pasar. Karena selama ini petani dengan lahan kecil atau peternak kecil, hanya memiliki akses pasar melalui para tengkulak,” ujar LaNyalla.
Apalagi jika BUMDes bisa mengorganisir petani kecil dan menjual hasil pertanian atau perkebunannya langsung ke pasar, pasti tengkulak tidak mampu memainkan harga dan petani kecil mendapatkan hasil penjualan yang lebih layak.
“Apabila BUMDes menjadi besar, tentu BUMDes berperan sebagai kekuatan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan. Pada akhirnya, desa sebagai kekuatan ekonomi benar-benar terwujud. Inilah yang harus menjadi fokus kerja masa depan para kepala desa dan seluruh stakeholder yang ada di desa,” ingat LaNyalla.
Menurut LaNyalla, apa yang dipaparkannya berkaitan dengan perwujudan kesejahteraan rakyat atau kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. LaNyalla menegaskan bahwa ia tengah menawarkan Peta Jalan untuk mencapai hal itu secara nasional.
Caranya, kata dia, bangsa dan negara ini harus kembali menerapkan sistem bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. “Ini adalah Peta Jalan untuk lebih memperkuat kedaulatan bangsa dan negara kita, baik kedaulatan di sektor pangan, maupun kedaulatan di sektor pengelolaan sumber daya alam lainnya. Yaitu dengan cara menerapkan kembali secara utuh azas dan sistem bernegara yang sesuai dengan falsafah dasar bangsa dan negara ini, yaitu Pancasila,” tegas LaNyalla.
Sebab, azas dan sistem bernegara telah diubah melalui amandemen empat tahap pada tahun 1999-2002. Sejak saat itu, bangsa ini mengadopsi sistem bernegara ala Barat, yang individualistik dan ekonomi yang semakin kapitalistik liberal.
“Hasilnya, sistem ekonomi negara ini dikendalikan oleh ekonomi pasar global. Negara tidak lagi total berdaulat atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Karena semua bisa diberikan kepada investor dalam bentuk konsesi lahan atau izin pertambangan,” urai LaNyalla.
Oleh karenanya, LaNyalla mengajak semua elemen bangsa ini, termasuk kepala desa, untuk melahirkan konsensus bersama, agar kita kembali kepada sistem bernegara yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Caranya, kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian kita perbaiki kekurangannya dengan cara yang benar, melalui teknik adendum.
“Sehingga kita akan kembali kepada mazhab ekonomi kesejahteraan, yaitu konsep ekonomi usaha bersama dengan azas kekeluargaan dan pemerataan. Karena rakyat, terutama mereka yang berada di desa-desa, harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, atau sumber daya alam di daerahnya,” demikian LaNyalla.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPD RI memberikan apresiasi kepada kabupaten dan desa-desa di Kabupaten Probolinggo, atas prestasi yang sudah diraih, baik di tingkat regional maupun nasional. Termasuk yang paling baru adalah keberhasilan Kabupaten Probolinggo menyabet penghargaan Pembangunan Ekosistem Literasi. Karena penghargaan tersebut identik dengan pembangunan sumber daya manusia melalui kualitas pendidikan.
Hadir pada kesempatan itu Pj Sekda Kabupaten Probolinggo Heri Sulistyanto, Ketua KADIN Kabupaten Probolinggo Gede Vandana Wijaya atau Ivan GSL dan ratusan kepala desa se-Kabupaten Probolinggo.