Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengritik keras kebijakan Pemerintah yang membagikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada organisasi keagamaan. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak taat pada aturan atau sembarangan dalam mengelola sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Mulyanto menilai bahwa Pemerintah semakin gegabah dalam mengelola sektor ESDM dengan melanggar aturan dengan membuat penafsiran sendiri tentang Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Dia menyoroti bahwa menurut UU Minerba, izin pertambangan seharusnya diajukan oleh badan usaha atau setidaknya koperasi. Namun, Pemerintah membuat norma baru yang tidak tercantum dalam UU, yaitu bahwa badan usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh organisasi masyarakat diprioritaskan untuk mendapatkan izin.
Mulyanto menekankan bahwa penawaran IUPK seharusnya diprioritaskan untuk BUMN/BUMD daripada badan usaha swasta, apalagi organisasi masyarakat. Prioritas kepada ormas justru bertentangan dengan UU yang memberikan prioritas kepada BUMN/BUMD.
Dia mengkritik fokus Pemerintah yang teralih pada hal-hal lain yang menyebabkan gagal fokus daripada menyelesaikan permasalahan utama di sektor ESDM, seperti lifting minyak dalam negeri yang jauh dari target Long Term Plan (LTP) 1 juta barel per hari pada tahun 2030.
Mulyanto menambahkan bahwa kondisi makro industri Migas tidak kondusif karena berbagai faktor seperti gerakan energi baru terbarukan, investasi menurun, penurunan alami, serta kelembagaan SKK Migas yang bermasalah. Hal ini membuat lifting minyak semakin turun secara signifikan, jauh dari target yang diinginkan.
Dia menyimpulkan bahwa Pemerintah terkesan tidak mendukung sektor ESDM secara penuh, yang menyebabkan lifting minyak terus merosot dan tidak mendekati target yang diharapkan.