BeritaBerkala: Portal Informasi Harian hingga Bulanan

LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 3)

Jenderal TNI (Purn.) AGUM GUMELAR Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia juga merupakan seorang atlet karismatik. Dia ramah dan sangat mahir dalam mendapatkan simpati dari bawahannya, atasannya, rekan-rekannya, dan masyarakat umum. Pak Agum telah menguasai intelijen operasional Sandi Yudha. Dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah seorang yang teguh pada prinsip-prinsipnya, dan dia tidak keberatan untuk mengkritik atasannya, bahkan jika itu berarti menempatkan karirnya dalam bahaya. Pak Agum pernah menjadi komandan saya sebelum dia menjadi komandan KOPASSUS. Saat itu, saya menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus Grup 3 (Pusdikpassus). Namun, saya sudah mengenalnya sejak sebelum saya bergabung dengan militer. Dia merupakan anggota keluarga dari seorang perwira KOPASSUS Kapten Margono, yang pernah menjadi ajudan ayah saya ketika dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pak Harto pada tahun 1968. Saya mengenal Pak Agum sebagai seorang perwira yang sangat cerdas dengan fisik yang baik. Dia seorang atlet dan seorang pria karismatik. Dia ramah dan sangat mahir dalam mendapatkan simpati dari atasannya, rekannya, dan masyarakat umum. Pak Agum ahli dalam Sandi Yudha (intelijen pertempuran), dan dia memiliki gaya kepemimpinan yang persuasif. Dia adalah orang yang teguh pada prinsip-prinsipnya, dan dia tidak keberatan untuk mengkritik atasannya, bahkan jika itu berarti menempatkan pekerjaannya dalam bahaya. Saya yakin kami mungkin pernah memiliki banyak kesalahpahaman dalam hidup kami karena ada beberapa masalah di mana kami tidak sepaham. Namun, secara objektif, saya menganggap Pak Agum sebagai tokoh kepemimpinan yang patut dihormati bagi Indonesia.

MAYOR JENDERAL TNI (Purn.) YUNUS YOSFIAH Pengalaman saya dengan kepemimpinan Pak Yunus Yosfiah adalah bahwa dia selalu tenang, tidak pernah panik, tidak pernah gugup. Kepemimpinannya adalah contoh dari kontrol diri. Sekali seorang komandan panik, pingsan, atau gagal bertindak saat bersentuhan dengan musuh, maka dia kehilangan otoritasnya selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama adalah penentu. Pak Yunus juga merupakan sosok pribadi yang teguh. Dia akan melakukan apapun untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Dia adalah orang yang tegas dan sangat keras kepala. Dia sering dianggap terlalu keras pada bawahannya. Sebelum dia menjadi seorang jenderal, dia akan memeriksa pasukannya sendiri, dan segalanya harus berjalan dengan tertib. Siapapun yang melakukan kesalahan akan diperintahkan untuk berbaris dengan tas ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Memang, kehidupan di militer itu sulit. Medan pertempuran penuh dengan kejutan, kejutan, dan ketakutan. Jika kita tidak terbiasa berurusan dengan kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, lumpuh, dan bingung sangat tinggi. Persiapan yang keras menyelamatkan nyawa.

Pertama kali saya mengenal Pak Yunus Yosfiah adalah selama sebuah operasi di Timor Timur, di mana dia bertugas sebagai Komandan Tim Khusus dengan nama sandi Nanggala 10. Tim Khusus ini dibentuk karena operasi pada Desember 1975-Januari 1976 tidak berjalan secepat yang diharapkan. Jadi, dibentuklah sebuah tim dari KOPASSUS sebagai pasukan serbu dengan mobilitas tinggi dan semangat tinggi. Pak Yunus yang memimpin tim ini. Setelah lulus pelatihan komando pada 20 Desember 1975, Letnan baru angkatan lulusan 1974 AKABRI, termasuk saya, resmi bergabung dengan Grup 1 Para-Commando/Kopassandha. Pada 7 Desember, ketika kami masih berada di Batujajar, kami mendengar bahwa Red Berets dan Green Berets dari Kopassandha serta Brigade 17 dan 18 telah terjun ke Timor Timur. Beberapa senior kami kehilangan nyawa selama penugasan tersebut. Begitu kami lulus pelatihan komando, kami segera melapor ke Markas Kopassandha di Cijantung, Jakarta Timur. Setelah itu, kami hanya diberikan cuti dua minggu. Kami memulai pada bulan Januari. Grup 1 Para-Commando kosong saat itu karena hampir semua pasukan sedang bertugas di Timor Timur. Hanya ada satu kompi yang siap sedia terdiri dari pasukan yang tersisa. Ketika itu, saya baru mulai sebagai Komandan Peleton (Danton). Letnan Satu Mujain menjabat sebagai Komandan Kompi (Danki). Dia berasal dari Secapa. Dia pernah terlibat dalam operasi Trikora – mobilisasi rakyat untuk merebut dan membebaskan Irian Barat – di bawah bimbingan Pak Benny Moerdani. Pak Benny dianugerahi Bintang Sakti, setara dengan Medal of Honor AS, untuk jasanya dalam operasi Trikora. Sekitar bulan Februari, HQ memberitahukan kepada kami bahwa akan dibentuk tim khusus, yang terdiri dari Grup 1, Grup 2, dan Detasemen Markas. Pasukan ini akan dipimpin oleh para perwira yang baru saja lulus pelatihan komando, yaitu Letnan Satu angkatan lulusan 1971 dan Letnan Dua angkatan 1974. Letnan Satu saat itu adalah Letnan Infanteri Yotda Adnan, Letnan Infanteri Suwisma, Letnan Infanteri Syahrir, Letnan Infanteri Untung Setiawan, Letnan Infanteri Zarnubi dan Letnan CHB Harjono. Letnan Satu mengemban tugas sebagai Komandan Satuan yang terdiri dari 20 orang. Pak Yunus Yosfiah ditunjuk untuk memimpin Tim Khusus tersebut. Itulah bagaimana saya mengenal Pak Yunus. Dia langsing, berpostur sedang, tidak terlalu tinggi. Dalam kepemimpinannya, Pak Yunus selalu memberikan contoh yang sangat baik. Falsafah ‘ing ngarsa sung tulada’ (memimpin dari depan) sangat menggambarkan dirinya. Tas ranselnya sama beratnya dengan yang dipikul oleh bawahannya. Misalnya, untuk misi 14 hari, masing-masing dari kami membawa 28 kaleng ration T2. Setiap kaleng beratnya sekitar 300 gram, sehingga total sekitar 9 kg. Hal ini tidak termasuk peluru, pakaian cadangan, dan lain sebagainya. Beban total tas ransel kami sekitar 18-20 kg. Bahkan lebih berat karena kualitas tas ransel pada waktu itu belum sebagus sekarang. Tas ransel itu sendiri sudah cukup berat. Dengan kondisi seperti itu, kami tidak bisa membawa jaket dan barang lainnya. Meskipun dia adalah Komandan kami, Pak Yunus membawa barang yang sama beratnya dengan kami. Tindakan sederhana ini lebih berharga daripada berjam-jam ceramah. Jika seorang pemimpin membawa beban yang sama beratnya dengan para bawahannya, para bawahannya akan taat dan setia. Jadi, para pemimpin dapat menghemat diri dari banyak ceramah panjang dengan hanya menetapkan contoh yang patut diikuti. Suatu kali, pada tahun 1984, saya menemani Pak Yunus dalam sebuah marathon yang dimulai dari Senayan di Jakarta Selatan. Dia saat itu berpangkat Kolonel sementara saya Kapten. Ketika kami sampai di Harmoni di Jakarta Pusat, seorang teman saya, seorang perwira, meminta izin untuk ke toilet, tetapi dia tidak kembali. Jujur saja, saya juga ingin kabur. Tapi bagaimana mungkin saya ‘menghilang’ saat Pak Yunus berlari di samping saya? Itu salah satu karakteristik Pak Yunus. Impresi saya terhadap kepemimpinannya adalah ketenangan, selalu tenang, tidak panik, tidak kelihatan gugup. Ini adalah pelajaran bagi kita semua. Sekali seorang komandan panik, menjadi gugup, pingsan, atau tidak bertindak saat bersentuhan dengan musuh, dia kehilangan otoritasnya selamanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pertukaran tembakan pertama adalah penentu. Pak Yunus juga merupakan prajurit yang tegas. Dia akan melakukan apapun untuk mencapai kemenangan dan tidak menerima alasan apapun. Pak Yunus keras kepala dan sangat berjiwa kuat. Dia sering dianggap terlalu keras pada bawahannya. Sebelum dia menjadi seorang jenderal, dia akan memeriksa pasukannya, dan segalanya harus berjalan dengan tertib. Siapapun yang melakukan kesalahan akan diperintahkan untuk berbaris dengan tas ransel berat atau melakukan setidaknya 18 pull-up. Jika kita tidak terbiasa berurusan dengan kondisi seperti itu, kecenderungan untuk panik, gugup, membeku ketakutan, dan bingung sangat tinggi. Harus saya katakan bahwa ini berdasarkan pengalaman salah seorang senior saya. Pria ini sangat cerdas di AKABRI, sangat pintar secara akademis, tetapi, berbeda dengan Pak Yunus, dia membeku di medan perang. Dia harus dievakuasi dari medan tempur. Namun, saya merasa bahwa saya telah memetik manfaat dari memiliki seorang komandan seperti Pak Yunus di awal karier saya sebagai seorang perwira. Saya selalu memberitahu semua orang bahwa saya menjadi orang yang saya sekarang karena, antara lain, saya memiliki Pak Yunus Yosfiah sebagai komandan saya.

MAYOR JENDERAL TNI (Purn.) SOEGITO Seorang pemimpin harus ada di antara para anak buahnya, dan di situlah Pak Soegito selalu berada. Dia selalu terlibat…

Source link