Tiga tentara Amerika Serikat tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok yang didukung Iran di Yordania. Serangan ini dianggap sebagai ‘garis merah’ yang bisa memicu perang terbuka baru.
Hingga saat ini, AS berhasil menghindari korban jiwa dalam lebih dari 150 serangan terhadap pangkalan militernya yang dilakukan oleh proksi Iran sejak pecahnya perang Israel-Hamas setelah serangan 7 Oktober. Namun, keberuntungan ini tidak akan bertahan selamanya.
Presiden AS, Joe Biden, sekarang dihadapkan pada pilihan dilematis terkait dengan cara merespons serangan tersebut tanpa memicu perang langsung melawan Iran. Para opsi yang diajukan kepada Biden antara lain mencakup “target di Iran yang terkait dengan produksi amunisi, untuk pelatihan dan memperlengkapi pasukan pengganti Iran”.
Ada desakan dari beberapa senator Partai Republik dan mantan jenderal AS agar Biden mengebom Iran secara langsung. Namun, serangan udara di Iran akan menjadi sebuah langkah besar. Trump pernah memerintahkan serangan terhadap Iran pada tahun 2019 tetapi membatalkan perintah tersebut dalam waktu 10 menit.
Masalah utama yang dihadapi Biden saat ini adalah keseimbangan antara bersaing dengan China di Asia, menghadapi Rusia di Eropa, dan menghadapi Iran di Timur Tengah. Namun, tidak ada negara yang percaya bahwa mereka mempunyai kepentingan untuk mengubah serangkaian konflik proksi ini menjadi perang habis-habisan.
Iran juga tidak mampu melakukan perang multi-front dan lebih memilih untuk meningkatkan kewaspadaan atas kehadiran AS di kawasan dengan mempersenjatai dan memberikan kebebasan kepada milisi proksinya. Tetapi, Washington mulai menarik pasukannya dari sana.
Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah dengan menargetkan warga Iran dan perangkat keras Iran di luar perbatasan Iran. Pilihan yang paling parah adalah serangan terhadap kapal perang Iran yang mendukung Houthi di Laut Merah atau Teluk Aden. Opsi yang lebih kecil adalah serangan terhadap Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yang bermarkas di Suriah.
Situasi yang penuh dengan kerapuhan ini membuat respon yang jelas mutlak diperlukan, tetapi harus dilakukan tanpa memperburuk situasi yang sudah sangat menantang. Menurut seorang mantan komandan AS, ini adalah sesuatu yang sangat sulit.