Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Abdulrachman Saleh dikenal aktif dalam bidang pendidikan dan organisasi. Saat masih menjadi mahasiswa, dia aktif dalam perkumpulan olahraga terbang dan mendapatkan ijazah atau surat izin terbang. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia bergabung dalam militer dan bergabung dengan Angkatan Udara. Pada tahun 1946, ia diangkat sebagai Komandan Pangkalan Udara Madiun. Ia juga ikut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Meskipun sebagai Angkatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter dan tetap memberikan kuliah di Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.
Ketika Belanda melakukan agresi pertamanya, Adisoetjipto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan untuk pergi ke India. Saat kembali ke Indonesia, mereka singgah di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Kepulangan mereka dengan pesawat Dakota ini mendapat perhatian luas dari media massa dalam dan luar negeri.
Pada tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat hendak kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times melaporkan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA telah mendapatkan izin dari pemerintah Inggris dan Belanda. Namun, saat dalam perjalanan ke destinasi akhir, pesawat yang mereka tumpangi ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menabrak sebuah pohon sehingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar.
Peristiwa heroik ini kemudian diperingati oleh TNI AU sebagai Hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962, dan sejak 17 Agustus 1952, Maguwo diganti namanya menjadi Lanud Adisoetjipto.
Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-marsekal-muda-tni-prof-dr-abdulrachman-saleh/