Berita  

Fenomena Pengangguran Pura-Pura Kerja di China: Alasan Bikin Haru

Di China, muncul fenomena yang menarik perhatian, yaitu kaum muda pengangguran yang berpura-pura bekerja. Mereka tetap menjaga rutinitas seperti bekerja, berpakaian rapi, dan pergi ke kafe atau perpustakaan dengan laptop, meskipun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Contohnya, ada Xiao Ding, seorang mantan tenaga pemasaran yang harus berhenti bekerja pada 2023 dan menganggur selama hampir dua tahun. Meskipun telah melamar ribuan posisi tanpa hasil, Xiao Ding menjalankan rutinitas pura-pura kerja untuk tetap aktif dan “terlihat bekerja”.

Di sisi lain, ada Yuan yang menjual hewan peliharaan lewat aplikasi media sosial, dan ia merasa lebih produktif saat berada di tempat kerja tiruan. Di China, tingkat pengangguran pemuda di kawasan perkotaan meningkat, sementara jumlah lulusan universitas juga terus bertambah. Hal ini membuat banyak yang memilih untuk berpura-pura bekerja sebagai bentuk adaptasi terhadap tekanan ekonomi dan budaya yang menekankan produktivitas.

Di tengah tren ini, mulai muncul usaha yang menyediakan ruang kerja tiruan dengan fasilitas seperti ruang rapat, printer, dan internet. Meskipun awalnya bertujuan untuk terlihat produktif, keberadaan ruang kerja semacam itu juga membantu menjaga kesehatan mental dan memberi struktur harian pada penggunanya. Fenomena ini juga menunjukkan ketegangan antara harapan sosial, khususnya dari keluarga, dan kenyataan di pasar kerja, di mana pekerjaan tetap di perusahaan besar dianggap lebih prestisius daripada profesi baru.

Dalam konteks ini, pura-pura bekerja di China bukan hanya sekadar tren viral, melainkan refleksi dari tekanan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan dorongan psikologis untuk tetap merasa bermanfaat dalam masyarakat. Meskipun tidak menyelesaikan masalah pekerjaan, fenomena ini menunjukkan bahwa kaum muda berusaha mencari cara alternatif untuk menjaga identitas, harapan, dan rutinitas mereka di tengah tantangan yang dihadapi.

Source link