Burberry, merek mode mewah asal Inggris, mengumumkan pada Rabu (14/5/2025) bahwa mereka akan melakukan pemotongan sekitar 1.700 posisi kerja di seluruh dunia sebagai bagian dari strategi pemangkasan biaya. Langkah ini diperlukan sebagai upaya menyeluruh untuk membalikkan kondisi bisnis yang sedang mengalami tekanan. Burberry tidak memberikan rincian negara atau divisi yang terdampak, namun menyebut bahwa “perkembangan geopolitik” telah meningkatkan ketidakpastian ekonomi secara keseluruhan. Perusahaan juga belum memberikan panduan atau target spesifik untuk kinerja keuangan tahun fiskal 2026.
Keputusan ini diambil meski Burberry berhasil melampaui ekspektasi pasar dalam laporan keuangan tahunannya. Laba operasi yang disesuaikan Burberry senilai 26 juta poundsterling atau sekitar Rp572 miliar untuk tahun fiskal yang berakhir pada 29 Maret 2025, mengalahkan estimasi analis yang memperkirakan angka hanya sekitar 11 juta poundsterling atau sekitar Rp242 miliar. CEO Burberry, Joshua Schulman, berencana untuk meningkatkan frekuensi dan jangkauan kampanye dengan koleksi musim gugur dan musim dingin tiba di toko.
Schulman yang memimpin Burberry sejak tahun lalu telah mengarahkan ulang strategi produk dan pemasaran perusahaan. Fokus mereka kini tertuju pada ikon mode klasik seperti mantel trench coat dan syal, setelah merek tersebut mengalami berbagai kemunduran akibat kesalahan strategi produk dan perlambatan pasar mewah global. Langkah ini diambil untuk memperbaiki posisi merek yang sempat terguncang akibat tekanan ekonomi dan kompetisi yang ketat di sektor mode mewah. Meskipun penjualan secara keseluruhan turun 6% di kuartal terakhir, Burberry tetap menyoroti Amerika Serikat sebagai fokus utama dalam strategi pertumbuhan di masa depan, meski tantangan belanja konsumen AS yang diprediksi terjadi ke depan menjadi kendala tersendiri bagi pendekatan ini.