Setoran pajak di Indonesia mengalami penurunan pada awal tahun ini, mencapai Rp187,8 triliun dalam dua bulan pertama, turun 30,19% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Ekonom berspekulasi bahwa hal ini disebabkan oleh masalah dalam aktivitas ekonomi negara. Guru Besar Ekonomi Pembangunan dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menyoroti penurunan drastis ini sebagai indikasi masalah struktural dalam perekonomian, termasuk melemahnya konsumsi domestik dan kekurangan profitabilitas perusahaan. Para ekonom juga menyalahkan administrasi perpajakan yang terganggu akibat implementasi sistem Coretax yang belum matang.
Goldman Sachs memperingatkan bahwa defisit APBN Indonesia kemungkinan akan melebar menjadi 2,9% dari PDB, sedangkan Nomura Holdings memperkirakan defisit APBN 2025 bahkan dapat melampaui batas 3% dari PDB. Berbagai faktor seperti penurunan harga komoditas dan implementasi kebijakan yang kurang efektif turut berkontribusi pada penurunan penerimaan pajak di awal tahun ini. Meski demikian, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memaklumi penurunan ini sebagai sesuatu yang biasa terjadi setiap tahun. Belanja retail, penjualan mobil, dan kondisi komoditas yang merosot menjadi faktor utama yang memengaruhi penurunan penerimaan negara.