Fotografi jalanan menjadi salah satu tren yang semakin populer saat ini, terutama di area car free day (CFD) di Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin, Jakarta setiap Minggu. Banyak fotografer yang berada di lokasi ini untuk mengabadikan momen dan subjek secara acak. Baru-baru ini, foto-foto hasil jepretan para fotografer tersebut diunggah ke platform Fotoyu. Aplikasi ini memungkinkan kreator mengunggah foto-foto dan subjeknya mengunduhnya dengan membayar. Modul AI yang digunakan membantu pengguna menemukan foto mereka sendiri di antara kumpulan foto yang sudah diunggah.
Tren penggunaan aplikasi Fotoyu terus berkembang sejak tahun 2022, sejalan dengan minat yang tinggi terhadap olahraga lari. Hal ini mengundang kekhawatiran terutama terkait privasi. Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru, terjadi juga di berbagai objek wisata dan acara publik lainnya. Fotografi jalanan adalah seni menangkap momen jujur di ruang publik tanpa rekayasa, fokus pada interaksi yang alami dan kejadian acak.
Namun, ada berbagai aturan hukum yang harus diperhatikan terkait fotografi jalanan di setiap negara. Di beberapa negara Eropa, undang-undang ketat mengatur pengambilan foto di ruang publik. Di Amerika Serikat, tidak ada harapan privasi di ruang publik sehingga seseorang yang berada di situ dianggap menyetujui untuk difoto. Di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) melindungi hak privasi individu terutama terkait dengan data biometrik wajah.
Masalah etika dan privasi juga menjadi perhatian utama. Fotografer jalanan harus tetap menghormati privasi dan keinginan subjek yang mereka potret. Sebagai fotografer jalanan, mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa subjek yang mereka potret merasa nyaman dan tidak dieksploitasi. Etika harus selalu dijunjung tinggi dalam fotografi jalanan untuk memastikan bahwa kebebasan berekspresi tetap sejalan dengan rasa hormat terhadap privasi dan martabat individu yang difoto.










