Mengurai Misteri Kecanduan Nonton Film Horor: Sains dan Fakta

Ketika berbicara tentang rasa takut, seringkali terlihat adanya paradoks dalam hubungan manusia dengan emosi tersebut. Rasa takut sebenarnya diciptakan sebagai alarm naluri untuk melindungi kita dari bahaya, agar kita dapat menjauh dan menghindarinya. Namun, di sisi lain, horor seperti film, kisah hantu, atau game zombie justru sering menjadi hiburan yang menyajikan sensasi takut yang menarik bagi banyak orang.

Mark Miller, seorang peneliti dari Monash University dan University of Toronto, mengungkapkan bahwa paradoks horor telah menjadi teka-teki lama yang mengusik filsuf dan psikolog. Para ahli sejak zaman Aristoteles hingga peneliti modern berusaha memahami mengapa manusia tertarik pada hal-hal yang seharusnya menakutkan. Namun, setelah puluhan tahun menjadi misteri, para ilmuwan mulai menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Bukti-bukti baru menunjukkan bahwa melalui kisah horor, otak manusia memiliki kesempatan untuk berlatih menghadapi ketidakpastian. Lebih dari sekadar teriakan dan kengerian, rasa takut yang aman seperti saat menonton film dari sofa ternyata dapat membantu tubuh dan pikiran dalam memproses stres. Horor sebenarnya bisa menjadi cara bagi manusia untuk berlatih menghadapi bahaya tanpa benar-benar terluka.

Coltan Scrivner, penulis buku Morbidly Curious: A Scientist Explains Why We Can’t Look Away, menjelaskan bahwa rasa penasaran manusia terhadap hal-hal mengerikan bersifat universal. Dari mitologi kuno hingga budaya populer, manusia selalu tertarik pada cerita-cerita yang membuat adrenalin meningkat. Horor dianggap sebagai bentuk evolusi dalam cara manusia berlatih menghadapi bahaya, tanpa harus terlibat langsung.

Penelitian yang dilakukan Scrivner menemukan bahwa ada tiga tipe penikmat horor. Pertama, ada yang mencari sensasi dan menikmati detak jantung berpacu akibat rasa takut. Kedua, ada yang merasa bangga bisa menaklukkan rasa takut tersebut. Dan yang terakhir, ada yang menjadikan horor sebagai cara untuk berdamai dengan ketakutan dalam kehidupan nyata.

Dalam konteks ilmiah, menonton film horor sebenarnya memberikan “latihan darurat” bagi otak manusia dalam menghadapi ancaman nyata di kehidupan sehari-hari. Horor membantu otak tetap waspada, sekaligus memberikan cara untuk berlatih merespons ketakutan tanpa kehilangan kendali. Dari situlah, lahirlah ketahanan emosional yang memungkinkan manusia menghadapi ketidakpastian tanpa panik.

Scrivner bahkan meyakini bahwa horor bisa digunakan sebagai alat terapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bermain gim horor tertentu membantu menurunkan tingkat kecemasan pada anak-anak dengan gangguan kecemasan, karena mereka belajar menghadapi ketakutan dengan tenang. Dengan demikian, rasa takut bukan hanya sebuah musuh, tapi juga bisa dijinakkan dan dimanfaatkan untuk membangun ketenangan dan ketahanan emosional manusia.

Source link