Orang Indonesia memang tidak bisa melepaskan diri dari nasi putih. Menurut kepercayaan yang beredar, belum bisa dikatakan sudah makan jika belum mengonsumsi nasi. Nasi memang dikenal sebagai sumber karbohidrat yang penting dalam pola makan orang Indonesia. Namun, menurut ahli gizi dari Texas Woman’s University, Mindy Patterson, nasi bisa dicerna dengan cepat yang menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat juga. Hal ini berpotensi membahayakan kesehatan, terutama bagi penderita diabetes.
Sebuah penelitian dari Universitas Indonesia yang dipublikasikan dalam Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2015 menemukan bahwa nasi dingin mengandung lebih banyak pati resisten dibanding nasi hangat. Pati resisten ini tidak bisa dicerna oleh tubuh tetapi bisa difermentasi oleh bakteri baik di usus, berperan sebagai prebiotik. Selama proses fermentasi, pati retrogradasi yang dihasilkan dapat memengaruhi hormon GLP-1 dan PYY yang membantu mengatur nafsu makan, sensitivitas insulin, dan penurunan lemak perut.
Namun, konsumsi nasi dingin atau nasi yang dipanaskan kembali dapat meningkatkan risiko keracunan makanan akibat Bacillus cereus. Bakteri ini mampu bertahan meski nasi sudah dimasak pada suhu tinggi, sehingga perlu diperhatikan cara penyimpanan dan penanganan nasi dingin. Bagi individu dengan sistem kekebalan lemah, seperti anak-anak, lansia, atau wanita hamil, risiko keracunan makanan dari nasi yang terkontaminasi Bacillus cereus lebih tinggi. Dengan demikian, penting untuk memperhatikan cara menyimpan dan menangani nasi yang dimakan dingin atau dipanaskan kembali.












