Ekonomi Korea Selatan (Korsel) berhasil menghindari resesi teknis setelah mencatat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,6% pada kuartal II-2025 dibanding kuartal sebelumnya. Data awal dari Bank of Korea (BOK) menunjukkan angka ini melampaui ekspektasi pasar sebesar 0,5% dan membalikkan kontraksi 0,2% yang terjadi pada kuartal pertama. Secara tahunan, PDB Korsel naik 0,5%, melebihi ekspektasi sebesar 0,4% dan pertumbuhan 0% yang tercatat pada kuartal sebelumnya.
Lonjakan ekspor menjadi faktor utama dalam pemulihan ekonomi Korea Selatan, dengan ekspor barang dan jasa meningkat 4,2% secara kuartalan. Sektor semikonduktor, produk minyak bumi, dan bahan kimia menjadi pendorong utama pertumbuhan ekspor. Meskipun demikian, tekanan eksternal masih menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi Korsel, terutama akibat perlambatan perdagangan global dan risiko tarif.
Korsel saat ini sedang berupaya menjalin kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) untuk menghindari potensi tarif hingga 25% pada ekspornya ke AS. Meskipun negosiasi tarif antara kedua negara terhambat, pertemuan lanjutan dijanjikan akan segera dilakukan. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi Korsel.
Dari sisi domestik, meskipun terjadi peningkatan dalam konsumsi secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Korsel didorong lebih kuat oleh sektor ekspor daripada oleh permintaan domestik. Oxford Economics memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Korsel hanya akan mencapai 0,8% secara tahunan pada 2025, laju paling lambat sejak 2020.
Para analis memperkirakan Bank of Korea akan memotong suku bunga dalam waktu dekat mengingat proyeksi pertumbuhan yang lemah dan inflasi yang masih terkendali. Meskipun inflasi Korea Selatan sedikit di atas target bank sentral sebesar 2%, BOK memilih untuk menahan suku bunga pada pertemuan terakhir untuk menjaga stabilitas keuangan. Jika tekanan pertumbuhan terus berlanjut, Bank of Korea kemungkinan akan melonggarkan kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang.