Nissan Motor Co., pabrikan otomotif Jepang terkemuka, sedang menghadapi tekanan dari para pemegang sahamnya dalam rapat umum mendatang. Perusahaan ini tengah berusaha merumuskan rencana pemulihan yang ambisius di tengah kondisi keuangan yang buruk, dengan mencatatkan kerugian finansial terburuk dalam dua dekade terakhir. Saham Nissan turun sekitar 36% dalam setahun terakhir dan dividen ditangguhkan sebagai langkah antisipasi. Pada tahun fiskal sebelumnya, Nissan mencatat kerugian bersih sebesar US$4,5 miliar, tanpa jaminan laba tahun ini.
Penjualan kendaraan Nissan menurun secara global, termasuk di pasar penting seperti China dan Indonesia, menjadi salah satu faktor utama dalam krisis ini. Untuk mengatasi situasi tersebut, Nissan meluncurkan rencana besar-besaran yang dikenal sebagai “Re:Nissan”. Langkah-langkah dalam rencana ini termasuk penutupan tujuh lokasi produksi global dan pemangkasan hingga 20.000 pekerjaan di seluruh dunia.
Dalam rapat umum mendatang, para pemegang saham diharapkan akan mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap kinerja Nissan dan menuntut pertanggungjawaban dari manajemen. Chief Executive Officer (CEO) yang baru, Ivan Espinosa, akan menjadi kunci dalam meyakinkan investor bahwa strategi perusahaan akan membawa perubahan positif dan mengembalikan profitabilitas. Nissan berkomitmen untuk fokus pada pengurangan biaya, peningkatan efisiensi produksi, dan percepatan pengembangan kendaraan baru.
Rencana pabrik penutupan dan pemangkasan jumlah pekerjaan mendapat tanggapan yang bervariasi. Beberapa serikat pekerja dan pemerintah daerah mengaku memahami situasi sulit yang dihadapi Nissan, meskipun masih enggan mendukung rencana tersebut. Kenji Tanaka, seorang analis otomotif terkemuka, menyatakan bahwa implementasi rencana Nissan akan menjadi kunci keberhasilan perusahaan dalam memulihkan kepercayaan pasar. Nissan diharapkan tidak hanya mengandalkan reputasi saja, tetapi juga harus lebih adaptif dan inovatif di tengah persaingan pasar yang semakin ketat.