Berita  

Dampak Kecemasan Konflik AS-Iran terhadap APBN dan Harga Barang

Konflik antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat berpotensi memberikan tekanan pada inflasi dan APBN pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh gangguan potensial pada jalur perdagangan global, terutama di Selat Hormuz, yang dapat memicu lonjakan harga minyak dunia. Dampaknya akan dirasakan dalam bentuk kenaikan harga barang impor, depresiasi rupiah, dan peningkatan beban subsidi energi di APBN.

Skenario terburuk yang diperkirakan oleh Oxford Economics memperkirakan harga minyak dunia bisa mencapai US$ 130 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Dampaknya akan meluas ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan potensi inflasi yang melonjak, arus modal keluar, dan devaluasi rupiah. Meskipun realisasi subsidi energi pemerintah menunjukkan penurunan 15,1%, ada tanda-tanda kenaikan volume subsidi yang dapat memperberat situasi APBN jika harga minyak terus naik.

Untuk menghadapi risiko ini, Bank Indonesia bersama pemerintah harus mengambil langkah-langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas nilai tukar, cadangan devisa, dan pasokan energi domestik. Persiapan darurat perlu dilakukan untuk menghadapi lonjakan harga minyak dunia dan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Salah satu tindakan penting yang perlu diambil adalah mengamankan pasokan energi nasional dan mengelola subsidi energi dengan lebih bijaksana.

Dengan sensitivitas fiskal Indonesia yang tinggi terhadap harga minyak, perusahaan BUMN seperti Pertamina dan PLN bisa terdampak. Kenaikan harga minyak dapat mempengaruhi cash flow perusahaan dan memperbesar beban subsidi pemerintah. Oleh karena itu, langkah-langkah penanganan khusus dan kebijakan yang efektif harus segera disusun untuk menghadapi situasi ini. Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, Bank Indonesia, dan pelaku ekonomi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan APBN Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Source link