Bisnis properti di China mengalami penurunan yang signifikan, seiring dengan menurunnya jumlah penduduk di negara itu. Prediksi dari Goldman Sachs menunjukkan bahwa permintaan rumah baru di kota-kota besar China akan mengalami tekanan, diperkirakan hanya akan mencapai 5 juta unit per tahun, jauh di bawah level tertinggi pada 2017 yang mencapai 20 juta unit. Penurunan jumlah penduduk dan pertumbuhan urbanisasi yang melambat menyebabkan penurunan permintaan perumahan dari segi demografis.
Kondisi ekonomi yang stagnan, peluang kerja yang tidak stabil, dan sistem jaminan sosial yang buruk turut memengaruhi kesenjangan demografi tersebut. Meskipun pemerintah China memberikan insentif untuk mendorong kelahiran anak, kaum muda di negara tersebut enggan memiliki anak lagi. Data Biro Statistik China menunjukkan penurunan populasi sebanyak 1,39 juta dalam satu tahun terakhir, menandai tren penurunan populasi yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir.
Goldman Sachs memperkirakan bahwa penurunan populasi akan berdampak pada penurunan permintaan rumah sebesar 0,5 juta unit setiap tahun di tahun 2020-an, dengan penurunan lebih besar hingga 1,4 juta unit per tahun pada 2030-an. Hal ini juga berimbas pada harga perumahan di kawasan sekolah, terutama setelah penutupan ribuan taman kanak-kanak dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ekonomi yang sulit membuat pasar properti China terus mengalami penurunan, meskipun berbagai upaya dari pemerintah untuk mengatasi hal ini.
Merosotnya penjualan rumah baru di kota-kota besar China, ditambah dengan hambatan demografi yang belum terselesaikan, menunjukkan bahwa pasar properti China akan mengalami tantangan dalam waktu yang panjang. Harga rumah baru yang terus turun selama bulan terakhir juga menjadi indikasi bahwa kondisi pasar properti masih menghadapi tekanan. Menurut analis properti China, William Wu, upaya untuk mengatasi hambatan demografi akan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memberikan dampak yang signifikan.