Aplikasi World App menjadi perbincangan hangat masyarakat belakangan ini karena menawarkan imbalan sebesar Rp800 ribu bagi mereka yang mau melakukan pemindaian mata. Teknologi ini merupakan bagian dari upaya World App untuk membangun sistem identitas digital global berbasis data biometrik yang dikenal dengan WorldID. Namun, keberadaan teknologi ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan data pribadi, terutama karena metode pemindaian biometrik pada mata.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah menutup akses layanan WorldID dan WorldCoin sambil meninjau aspek regulasi yang berlaku. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pemindaian mata biometrik dan ancaman apa yang mungkin timbul?
Pemindaian biometrik adalah teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan ciri fisik atau perilaku unik yang dimilikinya, seperti sidik jari, suara, wajah, dan pola iris atau retina mata. World App menggunakan pemindaian iris mata yang memiliki pola unik untuk setiap individu. Data tersebut disimpan terenkripsi dan digunakan untuk autentikasi di masa depan.
Meskipun menjanjikan keamanan tinggi, teknologi biometrik juga menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan risiko penyalahgunaan data. Data biometrik bersifat permanen dan tidak dapat diubah jika dicuri. Oleh karena itu, penting untuk memiliki perlindungan data yang kuat dan regulasi yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Teknologi biometrik terus berkembang dengan adopsi autentikasi berlapis dan perlindungan tambahan untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data. Penting bagi pemerintah dan ahli dalam bidang ini untuk memastikan teknologi ini digunakan secara etis dan tidak membahayakan hak privasi masyarakat. Dengan pengaturan yang tepat, pemindaian mata biometrik bisa menjadi alat identifikasi yang canggih dan bermanfaat bagi semua.