Setiap tahun pada 1 Mei, buruh di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day dengan berbagai aksi untuk menyuarakan tuntutan mereka terkait kesejahteraan dan nasib buruh. Di Indonesia, May Day biasanya ditandai dengan aksi massa di Jakarta Pusat, di mana ratusan ribu buruh diperkirakan akan turun ke jalan. Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan hadir dalam acara peringatan May Day tersebut, menjadikannya kali kedua seorang Presiden RI hadir dalam aksi May Day sejak zaman Presiden Soekarno. Selain Jakarta, perayaan May Day juga akan dilakukan di 30 provinsi lain di Indonesia dengan berbagai kegiatan, termasuk aksi unjuk rasa dan orasi.
Sementara itu, beberapa konfederasi serikat pekerja, seperti KSPN, memilih tidak mengeluarkan imbauan khusus untuk peringatan May Day. Mereka lebih fokus pada menyalurkan logistik bantuan kepada anggota yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, KSPN tengah bersiap untuk melakukan aksi mogok nasional sebagai respons terhadap impor ilegal yang merusak industri dalam negeri dan menyebabkan PHK terus meningkat.
Momentum May Day juga digunakan oleh buruh untuk meneriakkan sejumlah tuntutan, baik dari KSPI maupun ASPIRASI, mulai dari penghapusan outsourching hingga perlindungan pekerja rumah tangga. Semua ini menunjukkan bahwa perjuangan buruh tidak hanya penting bagi mereka sendiri, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam menyikapi situasi ini, pemerintah diharapkan untuk memberantas impor ilegal dan melindungi hak-hak normatif bagi pekerja agar pertumbuhan ekonomi nasional dapat terjadi secara adil dan berkelanjutan.