Pemerintah telah mengumumkan bahwa kuota rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 220.000 unit telah habis hanya dalam kurun waktu empat bulan tahun 2025. Menanggapi hal ini, Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait merencanakan penambahan kuota menjadi 420.000 unit. Meskipun demikian, kuota tersebut baru mencakup 5%-7% dari target program, sementara sebagian besar target, termasuk 1 juta rumah di pedesaan, masih belum terlaksana.
Sementara itu, pengembang meminta penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria dan kebijakan yang jelas dari pemerintah terkait program perumahan. Aspek-aspek yang dipersoalkan antara lain syarat penerima manfaat program, kriteria lokasi pembangunan, lahan yang dapat dibangun, spesifikasi bangunan, dan biaya pembangunan. Dukungan kebijakan juga diperlukan untuk pembangunan rumah di pedesaan, seperti legalitas tanah, perizinan konstruksi, tata ruang, skema pembiayaan, dan pengawasan.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Joko Suranto, menyoroti pentingnya legalitas tanah bagi program sertifikasi lahan milik masyarakat di pedesaan, sehingga masyarakat desa dapat mengakses layanan perbankan dengan lebih mudah. Setelah ada kriteria dan kebijakan yang jelas, pengembang bisa memulai pembangunan sesuai panduan teknis yang telah ditetapkan.
Satgas Prumahan juga merencanakan agar 80% angsuran KPR untuk masyarakat di pedesaan akan disubsidi pemerintah, dengan harapan hanya 20% dari cicilan KPR yang perlu dibayar masyarakat. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat desa dalam memiliki rumah yang layak dengan angsuran bulanan yang terjangkau.