Mengapa Makanan Jawa & Jogja Rasanya Manis: Penjelasan Ilmiah

Makanan khas Jawa, terutama dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, selalu diidentikkan dengan cita rasa yang manis. Mulai dari lauk-pauk, sambal, hingga sayur tumis dari wilayah ini seringkali memiliki rasa yang manis khas. Tetapi, apa sebenarnya yang membuat masakan Jawa dari Solo dan Jogja begitu dikenal dengan ciri khas manisnya? Jawabannya melibatkan sejarah, budaya, dan lingkungan alam di Pulau Jawa.

Menurut Prof. Bani Sudardi, seorang Guru Besar Ilmu Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, masyarakat Jawa dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu: masyarakat Jawa keraton (Solo dan Yogyakarta), masyarakat Banyumasan, dan masyarakat Brangwetan (Jawa Timur). Di antara ketiga kelompok tersebut, masyarakat yang berhubungan erat dengan keraton cenderung lebih menyukai makanan yang manis.

Hal ini dipengaruhi oleh filosofi budaya keraton yang menganggap rasa manis sebagai simbol kenikmatan, keharmonisan, dan kebahagiaan. Oleh karena itu, dalam berbagai acara adat dan tradisi masyarakat Jawa, hidangan manis selalu menjadi bagian utama yang melambangkan keberkahan dan kerukunan.

Kondisi alam di Pulau Jawa, terutama wilayah pesisir, sangat mendukung pertumbuhan pohon kelapa. Masyarakat setempat memanfaatkan pohon kelapa ini dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui pengolahan nira kelapa menjadi gula merah atau gula Jawa. Ketersediaan bahan manis tersebut mendorong masyarakat Jawa untuk menggunakan gula dalam berbagai masakan dan minuman sehari-hari, termasuk sayur, lauk, dan jajanan tradisional.

Sejarah kolonial juga memainkan peran penting dalam hegemoni rasa manis pada kuliner Jawa. Pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1830, sistem tanam paksa diberlakukan di Pulau Jawa. Petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur diwajibkan untuk menanam komoditas ekspor, termasuk tebu. Hal ini membuat Jawa menjadi produsen gula terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia. Produksi gula tersebut terus berlanjut melalui kerja sama antara Belanda dan pecahan Kerajaan Mataram seperti Keraton Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dalam budaya Jawa, rasa manis bukan hanya sebagai cita rasa semata, melainkan juga simbol keindahan dan kasih sayang. Hidangan manis sering kali disajikan dalam upacara adat, pernikahan, dan momen bahagia lainnya sebagai lambang kebahagiaan dan doa untuk masa depan yang manis. Dalam kesusastraan Jawa, rasa manis juga dijadikan metafora untuk menggambarkan harmoni dan kasih sayang antara manusia dan alam semesta.

Beberapa makanan manis khas Jawa yang populer antara lain Gudeg Jogja, Selat Solo, dan Gethuk Goreng. Cita rasa manis yang melekat pada masakan Jawa, terutama dari Solo dan Jogja, bukanlah kebetulan belaka. Hal tersebut merupakan hasil dari gabungan kondisi geografis, sejarah kolonial, pengaruh perdagangan global, dan tradisi budaya lokal. Makanan manis yang menjadi identitas kuliner Jawa telah lestari hingga saat ini, menjadi pengingat bahwa budaya dapat diwujudkan dalam setiap sajian makanan.

Source link