Jembatan Suramadu telah menjadi salah satu simbol infrastruktur Indonesia yang menghubungkan Pulau Jawa dan Madura. Selain sebagai penghubung antarpulau, jembatan ini juga menjadi representasi kemajuan dan konektivitas antarwilayah yang sebelumnya terisolasi. Dengan panjang lebih dari lima kilometer, Jembatan Suramadu tidak hanya menarik karena ukurannya yang mengesankan, tetapi juga karena perannya dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Sejarah pembangunan Jembatan Suramadu dimulai dari gagasan Prof. Dr. Sedyatmo, seorang insinyur terkemuka, pada tahun 1960-an. Desain jembatan ini pertama kali dirancang oleh beliau, namun pengembangannya terhenti setelah kematiannya pada tahun 1984. Baru pada era Orde Baru, tepatnya dengan Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1990, proyek ini kembali dihidupkan. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 2003 dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009.
Struktur Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu jalan layang, jembatan penghubung, dan jembatan utama. Jembatan ini awalnya berfungsi sebagai jalan tol berbayar, namun pemerintah memutuskan untuk menggratiskannya pada tahun 2018 untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Pulau Madura. Dengan memperlancar mobilitas dan meningkatkan aksesibilitas antara Surabaya dan Madura, Jembatan Suramadu telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan pariwisata di wilayah tersebut. Dengan begitu, jembatan ini tidak hanya menjadi ikon arsitektur, tetapi juga sebagai lambang kemajuan infrastruktur yang memperkuat konektivitas dan pemerataan pembangunan di Indonesia.