Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan protes terhadap kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) ke World Trade Organization (WTO). Tidak akan ada tindakan balas dendam atau retaliasi terhadap kebijakan yang diterapkan oleh AS tersebut. Pemberlakuan tarif dagang baru oleh AS terhadap 86 negara, termasuk Indonesia, dimulai pada tanggal 9 April 2025. Tarif ini merupakan tindakan resiprokal yang diberlakukan karena negara-negara tersebut memberlakukan tarif bea masuk tinggi terhadap barang impor dari AS. Pada tanggal 5 April 2025, AS juga memberlakukan tarif bea masuk dasar sebesar 10% untuk semua barang yang masuk ke negara tersebut.
Presiden AS Donald Trump mengambil langkah perdagangan agresif ini sebagai respon terhadap hambatan perdagangan yang dinilai ada dalam negara-negara mitra. Untuk Indonesia, tarif yang dikenakan mencapai 32%. Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya melakukan negosiasi dengan AS untuk menemukan solusi terbaik. Negosiasi ini akan dilakukan secara bilateral, bukan dalam forum multilateral seperti WTO. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa Indonesia tidak akan melakukan retaliasi terhadap kebijakan AS.
Kunjungan Duta Besar AS untuk Republik Indonesia, H.E Kamala S. Lakhdhir, membahas langkah-langkah kerja sama perdagangan dan investasi antara kedua negara. Dubes Kamala menyatakan komitmennya untuk mendukung upaya komunikasi dan negosiasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menutup pertemuan, Airlangga menyatakan pentingnya kerja sama antara Indonesia dan AS untuk mencapai hubungan dagang yang seimbang dan saling menguntungkan.