Kebebasan pers adalah aspek penting dalam demokrasi yang tidak bisa diabaikan. Dalam peranannya, pers harus menjaga kebenaran, menyebarkan informasi kepada masyarakat, dan mengontrol kekuasaan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa jurnalis sering kali menghadapi ancaman dan penindasan atas tindakan mereka. Di berbagai negara, banyak jurnalis yang menjadi korban intimidasi dan kekerasan karena berani menyuarakan fakta yang tidak diinginkan oleh pihak berwenang.
Salah satu contoh yang menggambarkan ancaman terhadap kebebasan pers adalah kasus Ahmet Altan di Turki. Altan, seorang jurnalis senior, telah dipenjara selama lebih dari 1.500 hari karena tuduhan terkait dengan percobaan kudeta pada tahun 2016. Di Mesir, Mahmoud Hussein Gomaa juga telah menjalani masa penahanan selama sembilan tahun karena karyanya di Al-Jazeera dianggap mengganggu ketertiban publik.
Kondisi serupa juga terjadi di Iran, di mana Mohammad Mosaed dijatuhi hukuman kurungan hampir lima tahun karena kritiknya terhadap penanganan pandemi Covid-19. Di Brasil, jurnalis Solafa Magdy mengalami pengabaian medis dan kondisi penjara yang buruk atas liputannya mengenai isu imigrasi.
Kisah para jurnalis ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers adalah hal yang sangat penting dalam menjaga demokrasi. Meskipun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 di Indonesia telah menjamin kebebasan pers, tantangan tetap ada dalam bentuk tekanan politik dan ancaman fisik. Semua individu memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan melindungi kebebasan pers demi kebenaran dan informasi yang akurat untuk masyarakat.