Kelompok militan Houthi yang didukung Iran mengancam akan melanjutkan operasi maritim terhadap Israel jika bantuan kemanusiaan tidak diizinkan masuk ke Jalur Gaza. Ancaman ini muncul di tengah tekanan internasional untuk mengatasi krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Sejak tahun 2023, Houthi telah melakukan sejumlah serangan terhadap kapal komersial di Laut Merah dan Teluk Aden, termasuk terhadap personel militer Amerika Serikat. Aksi ini, diakui sebagai tindakan terorisme oleh AS, telah mengganggu jalur perdagangan global dan meningkatkan biaya pengiriman serta asuransi.
Wakil Kepala Otoritas Media Houthi, Nasruddin Amer, menyatakan bahwa pemimpin kelompok, Abdul Malik al-Houthi, memberi tenggat waktu kepada Israel untuk menghentikan blokade bantuan ke Gaza. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, Houthi akan melanjutkan operasi maritimnya. Israel sudah memblokir bantuan masuk ke Gaza setelah perundingan gencatan senjata dengan Hamas tidak mencapai kesepakatan. Menuduh Hamas mencuri bantuan untuk kepentingan militer, Israel menetapkan larangan tersebut.
Houthi memberikan Israel waktu empat hari untuk mencabut larangan bantuan. Sebelumnya, kelompok ini meluncurkan rudal dan drone ke Israel, yang sebagian besar berhasil dihalau. Israel telah memperkuat keamanan di Laut Merah dan meningkatkan kehadiran angkatan lautnya. Sementara itu, Menteri Energi Israel memerintahkan Israel Electric Corporation untuk menghentikan pasokan listrik ke Gaza, memperburuk kondisi kemanusiaan di sana.
Upaya perundingan dijalankan oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar untuk memediasi antara Israel dan Hamas. Mereka berupaya mencapai kesepakatan yang meliputi pembebasan sandera yang ditahan Hamas sejak 2023 dan langkah-langkah deeskalasi. Namun, Israel menolak upaya PBB untuk menyampaikan bantuan melalui perbatasan Kerem Shalom sebelum ditutup. Penolakan ini dianggap dapat berdampak buruk bagi warga Gaza.