Delegasi Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengadakan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina, di mana AS mendukung Kyiv dalam perang tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz. Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban. Pertemuan itu pun menghasilkan sejumlah kesepakatan. Meski begitu, belum ada tanda-tanda konkret bahwa dialog keduanya akan segera menghasilkan penghentian penuh perang di Ukraina. Beberapa hasil dan dinamika pasca pertemuan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, pembangunan kembali hubungan diplomatik yang rusak menjadi prioritas. Lavrov mengungkapkan bahwa AS dan Rusia sepakat untuk mempercepat penunjukan duta besar baru dan membahas penghapusan hambatan-hambatan dalam pekerjaan kedutaan besar. Hal ini dimulai sejak konflik Krimea pada tahun 2014. Berbagai kasus seperti peracunan mata-mata Rusia di Inggris memicu pengusiran diplomat dan penutupan konsulat di kedua negara. AS telah menutup beberapa kantor Rusia sebelumnya, namun untuk mencapai perjanjian damai di Ukraina, keterlibatan diplomatik sangat diperlukan.
Kedua, negosiasi untuk mengakhiri konflik di Ukraina menjadi fokus utama. Kedua belah pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja tingkat tinggi guna menjajaki penyelesaian konflik melalui negosiasi. Isu wilayah dan jaminan keamanan menjadi pokok pembahasan yang penting.
Ketiga, negara Ukraina dan Eropa tidak diundang dalam perundingan di Riyadh, namun tidak ada niat untuk mengecualikan mereka jika perundingan tersebut nantinya dimulai. Pentingnya keterlibatan Rusia dalam upaya perdamaian dijadikan alasan utama dalam keputusan tersebut.
Keempat, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kesal karena dikecualikan dari pertemuan itu. Ia bahkan menunda rencana kunjungannya ke Arab Saudi untuk menghindari keterkaitan dengan perundingan AS-Rusia. Dalam situasi seperti ini, Ukraina merasa bahwa perundingan tampak sangat mendukung Rusia dan USA harus memberikan pengarahan pada pertemuan tersebut.
Kelima, kemungkinan pencabutan sanksi AS terhadap Rusia masih belum tertentu. Rubio menegaskan bahwa konsesi dari semua pihak harus ada sebelum dapat mencabut sanksi tersebut.
Keenam, potensi kerja sama AS-Rusia di bidang energi menjadi diskusi penting. Kedua belah pihak diyakini harus mengeksplorasi perluasan kerja sama dalam usaha patungan di sektor energi.
Ketujuh, Menteri Luar Negeri Kanada menyuarakan pentingnya memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina sebagai langkah krusial dalam mengakhiri konflik. Peran AS, Kanada, dan Eropa dalam menawarkan jaminan keamanan bagi Ukraina dipandang sebagai solusi kestabilan regional.
Kedelapan, Trump menyoroti keberatan Ukraina yang tidak diikutsertakan dalam perundingan dan mendorong Kyiv untuk berani memberikan konsesi kepada Rusia sebelum konflik memburuk. Trump menekankan bahwa Ukraina seharusnya tidak memulai konflik dan bisa mencapai kesepakatan damai.
Dengan berbagai hasil dan dinamika yang muncul pasca pertemuan tersebut, perjuangan dalam menyelesaikan konflik di Ukraina masih menjadi fokus utama dari berbagai negara yang terlibat. Sinergi antara AS, Rusia, dan negara-negara lain diperlukan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.