Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan dalam sebuah webinar terbaru bahwa Indonesia sedang mengalami tren peningkatan kejadian gempa bumi. Selain itu, alat pemantauan yang disebarkan BMKG juga semakin banyak, sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dinamika tektonik yang menunjukkan peningkatan aktivitas gempa. Dwikorita juga menyoroti pentingnya pendekatan mitigasi bencana geohidrometeorologi, termasuk perubahan iklim yang semakin mempengaruhi bencana hidrometeorologi.
Indonesia, berlokasi di pertemuan 3 lempeng utama dunia, yaitu Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia, memiliki 14 segmen sumber gempa subduksi/ megathrust, serta 402 segmen sumber gempa sesar aktif yang sudah teridentifikasi. Dengan peningkatan aktivitas gempa yang termonitor oleh BMKG, terjadi lonjakan kejadian gempa yang signifikan di tahun 2024.
Dalam webinar tersebut, Dwikorita juga membahas tentang aktivitas kegempaan di dunia yang juga menunjukkan tren peningkatan. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab, BMKG memegang peran penting dalam memberikan layanan informasi terkait gempa bumi, tsunami, cuaca, iklim, serta kualitas udara. Persiapan yang dilakukan oleh BMKG meliputi peningkatan jumlah sensor pemantauan, pemasangan sistem peringatan dini gempa bumi, serta kerja sama dengan pihak terkait dalam menyusun skenario mitigasi bencana.
Dwikorita menegaskan bahwa mitigasi bencana harus dilakukan secara komprehensif, mencakup aspek tektonik seperti gempa dan tsunami, serta aspek hidrometeorologi. Dengan adanya lonjakan signifikan aktivitas gempa bumi di beberapa tahun terakhir, lebih penting dari sebelumnya untuk terus mewaspadai dan melakukan persiapan yang tepat dalam menghadapi potensi bencana.