Pemerintah Korea Utara (Korut) di bawah pimpinan Kim Jong Un merespon kondisi politik di Korea Selatan (Korsel) setelah Korsel mengalami eskalasi politik yang berujung pada darurat militer dan pemakzulan mantan Presiden Yoon Suk Yeol. Menurut laporan media resmi pemerintah Korut, KCNA, Korsel dianggap sebagai negara boneka yang terpengaruh keamanan Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan ketidakstabilan politik di negara tersebut. Insiden darurat militer yang belum pernah terjadi sebelumnya di Korsel mengakibatkan pemakzulan presiden serta upaya penangkapannya, yang menyebabkan kritik dari media asing terhadap kondisi politik di Korsel.
Dekrit darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon Suk Yeol berujung pada pemakzulan dan kemungkinan penangkapan, bahkan hingga hukuman mati. Meskipun usaha penangkapan dilakukan oleh penyidik di kediaman presiden, namun terhambat oleh pengawal Yoon. Di tengah situasi ini, Korut tidak memberikan komentar terkait deklarasi darurat militer di Korsel, yang membuat hubungan antara kedua Korea semakin memanas. Peluncuran rudal balistik oleh Korut serta serangkaian pemboman balon sampah ke Korsel juga turut mengguncang stabilitas di kawasan tersebut.
Kondisi politik yang tegang antara kedua negara ini menjadi perhatian internasional, dengan Korea Selatan terus berusaha menjaga kestabilan dalam negeri. Konflik antara Korsel dan Korut juga memperlihatkan ketegangan yang terus berlangsung di Semenanjung Korea, memperkuat posisi politik masing-masing negara di kancah internasional. Selain itu, upaya Kore Utara dalam menanggapi situasi politik di Korsel juga menjadi sorotan dunia, menunjukkan kompleksitas hubungan antara dua negara tersebut.