Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) adalah dua negara yang masih berstatus perang dengan gencatan senjata. Belakangan ini, Korsel mengalami kekisruhan politik yang berujung pada pemakzulan presiden Yoon Suk Yeol. Kim Jong Un, pemimpin Korut, belum memberikan tanggapannya secara langsung terkait hal ini.
Meskipun begitu, laman resmi pemerintah Korut, KCNA, melalui berita yang dipublikasikan Senin lalu, menyebut Yoon sebagai “pemimpin pemberontakan” yang berusaha mengalihkan tanggung jawab atas keputusan darurat militer kepada partai oposisi. KCNA juga mencap Korsel sebagai “boneka” Amerika Serikat dan mengecam para pemimpin dan lembaga negara tersebut.
Hubungan antara kedua Korea memanas, terutama setelah Korut meluncurkan serangkaian rudal balistik yang melanggar sanksi PBB. Di sisi Korsel, Majelis Nasional telah dua kali mengesahkan mosi pemakzulan terhadap Yoon, yang menyebabkan pemakzulan presiden tersebut dan kemungkinan adanya pemilihan presiden antara April dan Juni 2025.
Pengadilan Konstitusi Korea Selatan akan menentukan nasib Yoon dalam waktu 180 hari, di mana pemakzulan akan diizinkan jika setidaknya keenam hakim pengadilan setuju. Kondisi ini membuat situasi politik di Semenanjung Korea semakin panas, dengan Korut terus berkomitmen pada politiknya yang keras.