Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyatakan penolakan terhadap kebijakan Pemerintah yang membuka kembali ekspor pasir laut. Dia meminta Pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut karena berpotensi merugikan ekologi laut dan menimbulkan masalah sosial.
“Kami menerima sikap Pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ekspor pasir laut ini karena dapat membahayakan ekologi laut! Jika terjadi bencana ekologi, itu akan merugikan Indonesia jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh,” kata Daniel Johan dalam sebuah pernyataan yang diterima oleh Parlementaria di Jakarta pada Kamis (19/9/2024).
Kebijakan ekspor pasir laut diatur dalam dua peraturan Menteri Perdagangan, yaitu Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Kedua peraturan ini berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2023.
Daniel Johan menekankan bahwa penambangan pasir laut untuk diekspor dapat menimbulkan masalah dalam berbagai aspek kehidupan alam dan masyarakat. “Dibukanya ekspor pasir laut ini akan membawa dampak besar, baik secara lingkungan maupun sosial. Terutama terhadap lingkungan laut yang akan terkena dampak serius,” ujarnya.
Dampak serius yang mungkin terjadi mencakup degradasi terumbu karang karena eksploitasi pasir laut dapat merusak terumbu karang dan habitat laut lainnya. Selain itu, penurunan kualitas air bisa terjadi karena aktivitas penambangan pasir dapat mencemari dan mengubah kualitas air laut. Hal ini juga dapat mempercepat erosi pantai, mengubah garis pantai, dan mengganggu habitat spesies laut yang bergantung pada substrat dasar laut.
“Kebijakan ini juga berpotensi menurunkan populasi spesies karena aktivitas penambangan dapat mengancam spesies di daerah tersebut. Selain itu, ada potensi besar untuk gangguan dalam jaring makanan laut karena perubahan lingkungan dapat mempengaruhi rantai makanan di ekosistem laut,” tambahnya.
Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi menyebabkan hilangnya pulau-pulau kecil di Indonesia, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. “Kejadian hilangnya pulau-pulau kecil akan berulang seperti 20 tahun yang lalu selama proses penambangan pasir laut yang diekspor dilanjutkan,” katanya.
Ekspor pasir laut dari Indonesia ke luar negeri sebenarnya sudah dilarang sejak 20 tahun yang lalu, khususnya pada masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri. Larangan ekspor pasir laut oleh Presiden Megawati itu didasari oleh alasan bahwa tindakan tersebut hanya menguntungkan negara lain, seperti Singapura, namun merugikan Indonesia karena keuntungannya rendah.
“Kami berharap Pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan ekspor pasir laut ini dan mengambil langkah yang lebih bijaksana. Semua tindakan ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.