Mewujudkan Ekonomi Konstitusi
Jika Anda pernah belajar ilmu ekonomi, Anda pasti mengetahui bahwa ada banyak aliran ekonomi di dunia ini. Ada aliran ekonomi neoklasik, pasar bebas, dan neoliberal. Ketiga aliran ini sering dikategorikan sebagai aliran ekonomi Adam Smith. Selain itu, ada juga aliran ekonomi sosialis, atau aliran ekonomi Karl Marx. Seiring berjalannya sejarah, banyak yang mengatakan, “Indonesia harus memilih A”. Ada juga yang mengatakan, “sebaiknya kita menggunakan B”. Pertentangan ini masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, menurut pendapat saya, mengapa kita harus memilih? Kita seharusnya mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan yang terbaik dari sosialisme. Gabungan terbaik dari kedua aliran ini disebut oleh para pendiri bangsa kita sebagai ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila, yang juga tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, khususnya di Pasal 33. Kita juga dapat menyebutnya sebagai “ekonomi konstitusi”.
Setelah tahun 1998, Kita Keliru
Saya ingin mengingatkan bahwa setelah tahun 1998, sebagai bangsa, kita keliru. Kita melupakan identitas kita dan meninggalkan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 serta ekonomi Pancasila. Inilah mengapa saya telah berjuang selama belasan tahun ini, untuk mengingatkan, membangkitkan kesadaran, dan mengajak kita untuk kembali pada ajaran Bung Karno: berdiri di atas kaki kita sendiri. Hal ini menurut saya sangat fundamental namun seringkali kita lupakan. Kita terlalu percaya pada globalisasi dan menganggap bahwa tidak ada lagi batas-batas, bahwa dunia telah menjadi tanpa batas. Namun, ketika kita mencoba masuk ke negara lain seperti Amerika, kita tidak bisa melakukannya tanpa visa. Bahkan terkadang orang Indonesia tidak diizinkan masuk ke sana. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kita terlibat dalam perdagangan global, batas tetap ada. Oleh karena itu, kita harus memiliki kekuatan sendiri. Nasionalisme bukanlah hal yang buruk. Nasionalisme adalah cinta pada bangsa sendiri. Jika bukan kita yang mencintai bangsa kita, siapa lagi yang akan melakukannya? Mengapa kita harus meminta belas kasihan dari bangsa lain? Nasionalisme bukanlah sesuatu yang hina. Setiap bangsa mempertahankan kepentingan nasional mereka. Mengapa bangsa Indonesia tidak boleh melakukan hal yang sama? Mengapa para petani kita tidak pantas dibantu oleh negara? Contohnya, dalam bidang pertanian, petani di Amerika dibantu oleh negaranya, begitu pula di Australia, Vietnam, dan Thailand. Jadi, jika kita mengatakan bahwa kepentingan nasional kita harus dijaga, itu bukan berarti bahwa kita anti asing. Kita tidak boleh anti asing. Dunia semakin sempit, dan Indonesia adalah bangsa yang terbuka. Kita dapat bersahabat dengan semua orang, tetapi kita juga harus kuat dan mandiri.
Kemandirian suatu negara dalam menghasilkan berbagai barang di dalam negeri sekarang dapat diukur melalui indeks yang disebut sebagai indeks kompleksitas ekonomi. Professor Ricardo Hausmann dari Harvard University menemukan hubungan kuat antara kesejahteraan suatu negara dengan kemandiriannya dalam memproduksi berbagai barang di dalam negeri. Oleh karena itu, kebijakan IMF pada tahun 1998 yang mematikan banyak industri kita adalah sangat keliru dan harus ditinggalkan. Kita harus segera mulai menghasilkan barang-barang di dalam negeri. Kita harus memiliki industri kapal, industri mobil, industri pangan, industri sandang, industri senjata, serta industri lainnya. Dengan meningkatkan kompleksitas ekonomi kita, nilai tukar rupiah pun akan meningkat.
Tujuan Kita: Ekonomi Konstitusi, Bukan Sosialisme
Sosialisme murni, walau terlihat bagus dalam teori, sebenarnya tidak dapat dilaksanakan. Prinsip kesetaraan total dalam sosialisme tidak bisa dijalankan, karena nanti orang tidak akan memiliki motivasi untuk bekerja keras. Dalam sosialisme, orang yang bekerja keras dan yang tidak bekerja keras akan memiliki gaji yang sama. Orang pintar dan orang bodoh akan memiliki gaji yang sama. Orang yang berusaha belajar dan yang malas belajar akan memiliki gaji yang sama. Bahkan dalam impian sosialis, uang tidak boleh ada. Hal ini merupakan suatu impian yang sulit untuk diwujudkan, dan negara-negara yang mencoba menerapkan sistem sosialis murni selalu mengalami kegagalan. Oleh karena itu, pendiri negara kita, seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir, benar dalam menyatakan bahwa yang terbaik adalah ekonomi campuran. Kita harus mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan yang terbaik dari sosialisme. Jika kita melihat sejarah Indonesia, kita pernah memutuskan untuk menerapkan sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi kita harus didasarkan pada semangat kekeluargaan. Intinya adalah, kita harus saling bahu membahu. Keseimbangan harus terjaga. Ekonomi yang mengedepankan prinsip “yang kuat akan selalu menang, yang lemah terserah” adalah tidak benar. Paham kapitalisme murni seperti itu dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi di masyarakat. Nah, inilah yang sedang terjadi saat ini di Indonesia dan di Barat.
Paham Ekonomi Konstitusi: Bebas Boleh, Tetapi Harus Waspada
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, ekonomi kita seharusnya merupakan ekonomi tengah, ekonomi campuran, atau ekonomi konstitusi. Kita tidak boleh terjebak dalam kapitalisme murni yang mengabaikan perlindungan bagi rakyat yang rentan. Begitu juga dengan sosialisme yang memberikan jaminan sosial namun mungkin kurang mendorong inovasi dan kewirausahaan. Pemerintah harus proaktif dalam membangun ekonomi, melindungi negara, memajukan kemakmuran, dan mengurangi kemiskinan. Kebijakan neoliberal yang menekankan pengurangan peran pemerintah dalam ekonomi mungkin cocok untuk negara-negara maju yang telah berkembang selama ratusan tahun. Namun, bagi Indonesia yang masih berkembang dengan pendapatan per kapita yang relatif rendah, pendekatan ini mungkin tidak sesuai. Kita harus belajar dari negara-negara maju, namun juga harus tetap mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan rakyat Indonesia.
Paham Ekonomi Konstitusi: Pemerintah Harus Jadi Pelopor
Jika kita menganut paham ekonomi konstitusi, pemerintah harus berperan sebagai pelopor dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak boleh hanya berperan sebagai penengah (wasit) dalam proses ekonomi. Dalam membangun ekonomi, pemerintah harus memimpin dan mengambil tindakan nyata. Dalam konteks pembangunan, pertanian, pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan, pemerintah harus menjadi motor penggerak. Kebijakan ekonomi yang menjunjung ekonomi konstitusi akan memastikan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir orang, namun juga seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulannya, sebagai negara yang masih berkembang, kita harus bijaksana dalam memilih sistem ekonomi yang terbaik untuk Indonesia. Kita tidak boleh terjebak dalam paham ekonomi yang ekstrem, baik itu kapitalisme murni maupun sosialisme murni. Kita harus mengambil yang terbaik dari kedua sistem tersebut dan menerapkan pendekatan ekonomi konstitusi. Dalam ekonomi konstitusi, pemerintah harus aktif berperan dalam mengatur dan melindungi kepentingan rakyat, namun juga tidak menghambat inovasi dan kewirausahaan. Dengan demikian, kita dapat membangun ekonomi yang kuat dan berkelanjutan untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Terima kasih.