Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, menekankan bahwa penentuan kepala otoritas Kawasan Aglomerasi yang diatur dalam RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (RUU DKJ) seharusnya ditetapkan oleh Presiden yang terpilih untuk periode 2024-2029 mendatang. Menurutnya, tidak etis jika Presiden yang terpilih hanya menjalankan UU yang dibuat oleh Pemerintahan sebelumnya.
Contoh yang diberikan adalah saat ini Presiden Jokowi menunjuk Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai otoritas yang berwenang mengelola otonomi Papua, termasuk perekonomian syariah. Oleh karena itu, Presiden Jokowi memiliki kewenangan untuk menunjuk siapa yang akan mendapatkan tugas khusus tersebut.
Mardani menjelaskan bahwa tidaklah wajar jika RUU DKJ ini dibuat oleh Presiden saat ini sebelum Presiden yang baru dilantik. Hal ini akan mengakibatkan kewenangan Presiden yang terpilih di masa mendatang terpotong, karena harus mengikuti undang-undang yang sudah ditegakkan.
Politisi Fraksi PKS ini juga menduga bahwa penyerahan otoritas Aglomerasi kepada Wakil Presiden akan melindungi kepentingan bisnis tertentu, seperti bisnis properti yang terhubung dengan transportasi LRT dan MRT di Hongkong. Oleh karena itu, Mardani mengatakan bahwa hal tersebut harus diawasi dengan sebaik-baiknya.
Ketua Baleg, Supratman Andi Agtas, juga mengatakan bahwa pihaknya telah menerima penugasan untuk membahas RUU DKJ dan akan mengadakan rapat kerja dengan Mendagri dalam dua hari ke depan. Rapat tersebut akan memprioritaskan pembahasan Pasal 10 RUU DKJ yang mengatur penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden.
Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat dari DPRD. (Ki)