Indonesia merdeka untuk menjadi negara yang kuat dan terhormat. Tujuannya adalah menjadi negara yang disegani karena rakyatnya hidup sejahtera, dan berkontribusi positif pada kehidupan bangsa-bangsa. Proklamator bangsa Indonesia, Ir. Soekarno dan Dr. Mohammad Hatta, mencita-citakan suatu pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Cita-cita bernegara ini dituangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia dalam pembukaan UUD 1945. Saat ini, kurang dari 25 tahun menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia, kita belum mencapai taraf kesejahteraan dan gambar-gambar pembangunan yang sesuai dengan cita-cita para Pendiri Bangsa. Ketimpangan ekonomi masih tinggi. Masih terlalu banyak warga negara Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan terancam jatuh miskin.
Saya percaya, dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kita miliki seharusnya negara kita tidak hidup dalam ketimpangan dan kemiskinan. Kuncinya adalah pemahaman dan kemampuan segenap lapisan pimpinan negara dalam mengelola sumber daya yang kita miliki agar berjalan sesuai dengan pemahaman ekonomi para pendiri bangsa. Inilah tantangan sejarah bagi generasi kita.
Untuk mencapai cita-cita abadi bangsa ini diperlukan pembangunan ekonomi, politik, kesejahteraan rakyat, dan pertahanan yang berkesinambungan. Pembangunan yang dibangun atas dasar fondasi yang telah dibuat oleh para pemimpin negara Indonesia mulai dari Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo.
Dalam waktu yang tidak lama lagi, Indonesia akan mencapai usia 100 tahun proklamasi kemerdekaan di tahun 2045. Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang menargetkan tercapainya “Indonesia Emas” di atau sebelum tahun 2045. Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, mulai tahun 2025 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6% hingga 7%. Pertumbuhan ini perlu didukung dengan penguatan peran pemerintah dalam roda ekonomi dan pembangunan bangsa sesuai falsafah Ekonomi Pancasila.
Kebijakan Presiden Joko Widodo Konsekuen dengan UUD 1945
Sebuah perjuangan politik tidak akan berhasil jika tidak dilakukan secara kolektif. Karena itu saya memutuskan untuk bergabung di Kabinet Indonesia Maju bersama mantan pesaing saya di Pemilu 2019, Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi memiliki kesamaan pandangan dengan saya, dan atas dasar kesamaan itu kita sama-sama bertekad untuk berjuang secara kolektif mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa. Setelah bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju di Oktober 2019, saya mendapat kesempatan untuk menyimak dan bekerja langsung dengan Presiden Jokowi. Pengalaman saya bekerja dengan Presiden Jokowi selama 4 tahun ini membuat saya berkesimpulan apa-apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah sebenarnya pelaksanaan dari falsafah Ekonomi Pancasila.
Sebagai contoh, soal jaring pengaman sosial atau social safety net. Presiden Jokowi sangat amat memperhatikan dan setiap minggu cek langsung ke lapangan bagaimana organ-organ pemerintah membantu masyarakat yang paling miskin, masyarakat yang paling rentan. Saya lihat jadwal Presiden Jokowi, hampir tidak ada satu minggu pun yang beliau tidak turun ke pasar, turun ke masyarakat untuk pastikan harga-harga sembako stabil dan program-program Pemerintah untuk ringankan beban hidup masyarakat benar-benar terasa. Di masa Presiden Jokowi, pemerintah memiliki program Kartu Indonesia Sehat yaitu pembayaran iuran BPJS bagi 96 juta masyarakat yang tidak mampu. Total seluruh peserta BPJS sudah mencapai 248 juta orang.
Presiden Jokowi juga punya Kartu Sembako dan Program Keluarga Harapan. Masyarakat paling rentan terhadap fluktuasi harga-harga dibantu dengan kiriman langsung beras ke rumah. Keluarga yang tidak mampu dibantu dengan bantuan langsung tunai (BLT). Jika paham ekonomi Presiden Jokowi bukan Ekonomi Pancasila, maka program-program jaring pengaman sosial seperti ini tidak akan ada. Pemerintah akan diam saja. Semua diminta mandiri. Tapi kan tidak begitu. Pemerintah era Presiden Jokowi turun bantu yang harus dibantu.
Perkuatan Reformasi Birokrasi (Peningkatan EODB) 2015: 103 menjadi 2020: 73. Perkuatan Program Kesejahteraan Sosial (Prevalensi Stunting %) 2015: 29,0%, 2022: 21,6%. Hilirisasi Sumber Daya Mineral (Nikel), Ekspor (HS 75) Nikel dalam US$. 2015: 800 Juta, 2022: 6 Miliar. Presiden Joko Widodo dan Pemerintahan yang beliau pimpin sejak 2014 telah melaksanakan berbagai program yang menghasilkan fondasi ekonomi dan sosial yang sangat kuat.
Pencapaian ekonomi era Presiden Joko Widodo juga dilanjutkan dan diperkuat dari era Presiden sebelumnya, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terdapat berbagai capaian seperti peningkatan pembangkit listrik, peningkatan jalan umum, kapasitas bendungan, pengembangan bandara, pelabuhan, peningkatan pendapatan per kapita, penurunan tingkat kemiskinan, peningkatan rasio Gini, peningkatan kemudahan berusaha, peningkatan kesejahteraan sosial, peningkatan hilirisasi sumber daya mineral, pembangunan destinasi pariwisata, dan penerapan kebijakan BBM satu harga.
Semua pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami kemajuan ekonomi yang signifikan di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo. Keduanya telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia, serta menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan terhormat di mata dunia. Dengan melanjutkan pembangunan yang telah dimulai oleh para pemimpin sebelumnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yang diinginkan oleh para pendiri bangsa.