Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]
“Ada beberapa kasus contoh, perwira-perwira dan komandan-komandan yang tidak perlu dicontoh. Menurut saya mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak benar sebagai pemimpin. Saya ceritakan cerita-cerita ini bukan untuk menjelekkan orang, tapi agar kita tidak melakukan hal-hal seperti ini.”
Di buku ini saya telah banyak berkisah tentang pemimpin-pemimpin yang saya kagumi, pemimpin-pemimpin dari Indonesia dan juga dari luar negeri. Tokoh-tokoh itu adalah pribadi-pribadi yang patut kita pelajari.
Namun, ada juga beberapa kasus contoh, perwira-perwira dan komandan-komandan yang tidak perlu dicontoh. Menurut saya mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak benar sebagai pemimpin.
Hal ini terjadi di daerah operasi. Terjadi kepada suatu pasukan yang dipimpin oleh seorang lulusan Akademi Militer. Ia bertugas di pasukan yang cukup terkenal [tidak saya sebut pasukan mana].
Suatu saat pasukan ini dapat tugas pengamanan di sebuah bukit, di luar suatu desa. Perwira ini memerintahkan untuk membuat suatu pos pertahanan dan mereka berada di pos tersebut untuk beberapa minggu. Ternyata letnan ini memperhatikan bahwa anak kepala desa yang juga merupakan kepala suku di daerah tersebut, mungkin menurut letnan tersebut menarik atau cantik. Kemudian, anak kepala suku ini diambil dan dibawa dan menjadi ‘gundiknya’ selama beberapa minggu.
Ternyata, tinggal beberapa hari sebelum pasukan tersebut akan pulang dari daerah operasi, rakyat kampung tersebut secara senyap melakukan penyergapan terhadap pos tersebut dan seluruh pasukan mati.
Ini peristiwa yang cukup menggegerkan TNI pada saat itu. Pelajaran yang harus dipetik: Pertama, Letnan tersebut melanggar kaidah-kaidah yang diajarkan di TNI. TNI harus membela kepentingan rakyat, TNI adalah tentara rakyat. Masa TNI mengambil anak kepala suku dan memperlakukannya sebagai ‘gundik’, dan diketahui oleh seluruh suku tersebut.
Rasa sakit hati, rasa dendam pasti yang terjadi. Sikap arogan yang disebut ‘adidang, adigung, adiguna’ ini justru yang mengakibatkan bencana bagi anak buahnya. Setelah itu, dia pun tidak melakukan pengamanan, karena si anak kepala suku itu masuk keluar camp. Pasti anak kepala suku itu dapat menceritakan pada orang tuanya di mana letak pertahanan-pertahanan pasukan. Jalan masuk paling baik lewat mana. Jam berapa yang paling lengah, dan sebagainya. Ini contoh kekeliruan leadership lapangan yang sangat fatal, yang membawa akibat sangat fatal.
Saudara-saudara, terutama mereka-mereka yang ingin menjadi pemimpin lapangan yang baik, saya ceritakan cerita-cerita ini bukan untuk menjelekkan orang. Saya menceritakan ini untuk memberitahu kepada saudara-saudara sekalian agar saudara-saudara hindari dan tidak melakukan hal-hal seperti ini.