Pelapor Kasus Penggelapan Saham di PT Blue Bird Masih Menunggu Proses Hukum
Menurut narasumber, Dr. Mintarsih Abdul Latief, pelapor kasus penggelapan saham di PT Blue Bird, yang diduga dilakukan oleh Purnomo Prawiro dan beberapa lainnya, masih menunggu proses hukum yang masih berjalan di Bareskrim Polri.
Menurut Mintarsih, pada tahun 1971, 4 keluarga mendirikan taksi Blue Bird dengan 100 armada, tetapi seiring dengan perkembangannya, hasil dari upaya pencegahan monopoli oleh pemerintah bisa dipatahkan.
Dugaan pemaksaan jual saham dimulai pada tahun 1983, ketika keluarga Teguh Budiwan menjual sahamnya, disusul dengan keluarga Jusuf Ilham pada tahun 1991. Hingga tersisa 2 keluarga, yakni keluarga Surjo Wibowo dan keluarga ibu Djokosoetono termasuk Chandra, Mintarsih, dan Purnomo.
Lanjut psikiater spesialisasi ahli jiwa ini menerangkan, kemudian Chandra dan Purnomo bersengketa fisik dan harta, melawan para pemegang saham yang tersisa.
Data dan keterangan Mintarsih menyatakan bahwa Kresna Priawan, putra dari Chandra, menggelapkan saham Mintarsih di anak perusahaan Blue Bird, yang gagal didamaikan sehingga digugat dengan Putusan Pengadilan menyatakan bahwa saham Mintarsih harus dikembalikan.
Purnomo pernah ditahan di Polsek dan Polres saat remaja, lantaran melakukan kekerasan fisik terhadap istri almarhum yang berusia 74 tahun, 13 hari setelah ayahanda Surjo Wibowo meninggal.
Mintarsih melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri merupakan perjuangan mendapatkan keadilan atas perampasan hak Mintarsih di Blue Bird.
Mintarsih juga menunggu proses pidana di Mabes Polri terkait penghilangan sahamnya, yang menurutnya terkait erat dengan pihak Blue Bird. Beberapa pakar hukum dari berbagai universitas juga telah memberikan komentar atas kasus ini.
Mintarsih telah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 2 Agustus 2023. Terlapor dalam laporan tersebut antara lain Purnomo Prawiro, Chandra Suharto, Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianto Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, dan Bayu Priawan.