Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan bahwa holding tambang BUMN yakni MIND ID akan menjadi pemegang saham mayoritas di PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Hal tersebut seiring dengan rencana penambahan saham pelat merah di INCO sebesar 14%.
Untuk diketahui, kepemilikan saham Indonesia di INCO melalui MIND ID saat ini baru sebesar 20%, dan sekitar 21,18% tersebar di pasar saham Indonesia. Artinya, jika penambahan saham hanya 14%, maka MIND ID akan memiliki 34% saham Vale.
Sementara, pemegang mayoritas saham Vale sendiri saat ini dipegang oleh Vale Canada Limited (VCL) dengan komposisi 43,79% saham, kemudian Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) sebesar 15,03%.
“Mayoritas saham iya, tapi kan ini kan harus joint management lah supaya ada governance yang baik,” kata Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (1/12/2023).
Meski begitu, Arifin belum dapat membeberkan lebih rinci besaran porsi saham milik siapa yang akan banyak dikurangi. Milik VCL atau saham milik Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM). “Iya Vale Canada, sebagian dari Sumitomo,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menyebut dengan bertambahnya saham MIND ID sebesar 14% tersebut, maka secara total holding tambang baru memegang kepemilikan saham di INCO sebesar 34%. Artinya MIND ID bukan sebagai pemegang mayoritas.
“Mayoritas kan 50% plus 1% dan kalau kita bicara pemegang saham mutlak yaitu paling tidak 66,6%. Nah kalau mutlak itu kan jauh lebih banyak yang bisa dilakukan” kata Eddy.
Oleh sebab itu, Eddy menilai bahwa dengan adanya penambahan saham MIND ID di INCO menjadi 34%, ia pesimistis holding tambang ini bisa memegang kendali atas operasional, keuangan, hingga soal rekrutmen SDM.
“Itu segala sesuatu harus dilihat lagi perjanjian kerja sama antara pemegang saham gitu. Kalau di dalam perjanjian kerja sama pemegang saham itu shareholder agreement itu kemudian diubah dan disepakati bahwa ada kontrol-kontrol tertentu beralih ke MIND ID tentu bisa dilaksanakan tetapi kembali lagi itu bisa dilakukan secara komersial B to B” ujar Eddy.