Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa regulasi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) harus bersifat dinamis menyesuaikan dengan situasi terkini. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji kepada para jemaah yang menjalankan ibadah haji dan umrah.
Karena pelayanan terhadap dua ibadah tersebut terus mengalami perubahan kebijakan yang cepat, baik yang berasal dari Pemerintah Arab Saudi maupun Indonesia, terutama terkait peningkatan jumlah calon jemaah haji setiap tahunnya.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Ace dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) yang diselenggarakan oleh PUU bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat (Ekkuinbang Kesra) Badan keahlian Setjen DPR RI.
Menurut Ace, terdapat enam permasalahan dalam praktik pelaksanaan UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah, seperti lamanya masa tunggu dengan akumulasi jumlah 5,22 juta jemaah, meningkatnya besaran BPIH setiap tahunnya, dan belum adanya regulasi yang jelas mengenai pembagian dan penggunaan kouta jemaah haji.
Ace juga menyampaikan bahwa pemerintah Arab Saudi memiliki visi 2030 untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya jumlah jemaah haji ke Arab Saudi, sehingga perlu adanya regulasi yang jelas mengenai hal tersebut. Selain itu, perlu juga mekanisme dalam mengatur pemanfaatan kouta tambahan yang biasanya diberikan menjelang akhir keberangkatan jemaah, serta perlindungan hukum bagi jemaah umrah dan jemaah haji.
Ace berharap dengan adanya perubahan dalam UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada calon jemaah haji dan umrah.