Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, mengkritisi cara Pemerintah dalam mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi nasional dibawah 5 persen dengan membagikan bantuan sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino. Menurutnya, bantuan sosial tidak mampu mendukung struktur ekonomi nasional secara permanen, terutama dalam jangka menengah. Meskipun belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi, bantuan sosial hanya bertindak sebagai obat bius bagi perekonomian yang mengalami penurunan daya beli masyarakat.
Sultan menjelaskan bahwa Pemerintah sebaiknya lebih berfokus pada sektor produktif, khususnya sektor pertanian yang terdampak langsung oleh fenomena El Nino. Memberikan insentif modal dan memperkenalkan teknologi pada sektor riil, menurutnya, merupakan hal yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional berbasis industri dan hilirisasi. Mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan bansos dianggap akan memberatkan APBN di tengah arus deindustrialisasi.
Sultan juga menyoroti menurunnya sumbangan sektor industri pengolahan atau manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB), yang tercatat hingga akhir 2022 hanya sebesar 18,34% dibandingkan pada kuartal I-2014 sebesar 21,26%. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami koreksi akibat efek domino ekonomi global dan fenomena El Nino harus dihadapi dengan pendekatan kebijakan yang sistematis dan berdampak luas pada perekonomian dalam jangka panjang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut alasan Presiden Joko Widodo dalam menggelontorkan banyak bantuan sosial (bansos) menjelang 2024. Ia menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia turun ke 4,94 persen di kuartal III 2023 ini. Keberadaan paket bantuan ekonomi dianggap semakin penting demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir 2023. Ani menjelaskan bahwa dengan adanya bansos beras hingga BLT, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara setahun bisa terjaga di 5,04 persen.