BeritaBerkala: Portal Informasi Harian hingga Bulanan
Berita  

Kritik Keras Terhadap Rencana Anies Pisahkan Pajak dari Kemenkeu

Pasangan calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar berencana untuk membentuk Badan Penerimaan Negara jika mereka memenangkan Pilpres 2024.

Namun, rencana ini mendapatkan kritikan dari sejumlah ekonom. Salah satunya adalah mengenai efektivitas lembaga tersebut dalam mendorong rasio pajak atau tax ratio yang merupakan perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap nominal produk domestik bruto (PDB) suatu negara, seiring dengan biaya yang akan dikeluarkan.

Salah satu kritik ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Menurutnya, lembaga tersebut tidak akan signifikan dalam meningkatkan penerimaan pajak, karena masalahnya bukan terletak pada lembaga tersebut.

Dari segi kelembagaan, Tauhid mengatakan bahwa Kementerian Keuangan sebenarnya sudah melakukan reformasi terhadap lembaga pemungut pajak, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terutama dalam hal intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Kemudian, dari sisi reformasi penegakan hukum juga sedang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya, reformasi ini perlu diperkuat tanpa harus menambah beban anggaran baru untuk membentuk lembaga seperti Badan Penerimaan Negara, meskipun dari segi penguatan kebijakan akan lebih kuat jika lembaga tersebut terbentuk.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Isu pembentukan badan penerimaan yang selalu muncul setiap pemilu memiliki sisi positifnya dari sisi kewenangan yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan pajak.

Selain itu, koordinasi antara lembaga Badan Penerimaan Pajak juga akan lebih fleksibel karena kedudukannya langsung di bawah presiden. Bahkan, lembaga itu juga bisa berkoordinasi langsung dengan DPR untuk memperkuat strategi perpajakan dan menetapkan target pajak.

Namun, Bhima mengingatkan bahwa kelemahan pembentukan lembaga ini terletak pada proses pemisahan yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ego sektoral di Kementerian Keuangan juga muncul karena ketika lembaga seperti DJP keluar dari Kemenkeu maka sebagian wewenang menteri keuangan akan hilang.

Meskipun demikian, Bhima menyatakan bahwa biaya pembentukan lembaga ini sepadan dengan potensi penerimaan perpajakan yang lebih besar setelah pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan.

Exit mobile version