KABARDPR.COM, BANDUNG – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Tenaga Kerja sedang menyusun peraturan untuk memberikan perlindungan kepada para pengendara ojek online alias ojol.
Pemerintah masih mencari rujukan undang-undang yang tepat untuk menjadi payung hukum bagi Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang perlindungan ojol ini. Mengingat hubungan antara pengemudi ojol dengan perusahaan bersifat kemitraan, bukan karyawan, sehingga belum diatur dalam Undang-undang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memberi masukan dengan menekankan pada paradigma kemitraan. Kemitraan adalah hubungan saling menanamkan modal, sehingga pengemudi ojol harus dianggap sebagai bagian dari pemilik saham.
“Pengemudi ojol menanamkan modal, terutama kendaraan mereka. Kendaraan menjadi bagian inti dari alat produksi perusahaan, sehingga mereka juga bagian dari pemilik saham,” kata LaNyalla pada Sabtu (15/6/2024).
Sebagai pemilik saham, pengemudi ojol seharusnya mendapat fee dari pekerjaan mereka dan valuasi modal mereka juga harus dihitung sebagai bagian dari deviden.
LaNyalla juga menyarankan agar pemerintah mempelajari skema yang sudah diterapkan di Spanyol, Belanda, dan Negara Bagian California di Amerika Serikat untuk memberikan hak dan perlindugan bagi pengemudi ojol.
Intinya, prinsip kemitraan harus dipenuhi, termasuk hak mitra untuk mengambil kontrol atas kinerja perusahaan. LaNyalla juga meminta kementerian mempelajari kajian yang dilakukan The Fair Foundation, organisasi yang meneliti dan mengusulkan usulan yang adil bagi pekerja platform di seluruh dunia.